Sunday, February 19, 2012

Inefisiensi Perekonomian Akibat Mahalnya Ongkos Birokrasi

Salah satu masalah terbesar perekonomian Indonesia adalah inefisiensi. Penyebabnya adalah mahalnya ongkos birokrasi tingkat nasional maupun daerah. Misalnya untuk membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), kita harus meminta surat keterangan ke RT dan RW serta mengeluarkan uang, lalu meminta perizinan dari kelurahan dan bayar, lalu kecamatan dan bayar, terakhir ke kepolisian dan bayar juga. Rumitnya jalur birokrasi juga dirasakan ketika orang miskin ingin meminta jaminan kesehatan pengobatan di RS. Banyak proses yang harus dilalui seorang pasien tapi pasien yang bersangkutan sudah sakit dan butuh pertolongan secepatnya. Contoh diatas merupakan gambaran kecil mahalnya ongkos birokrasi di Indonesia.

Borosnya ongkos birokrasi bisa dilihat dari total RAPBN di tahun 2012 yang sebesar Rp1.418,5 triliun. Selain subsidi, biaya yang paling mahal dikeluarkan pemerintah adalah gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sebesar Rp 104,9 triliun atau sebesar 7,4% dari total anggaran. Padahal jumlah PNS di Indonesia hanya 4.732.472 orang atau hanya sekitar 0,25 persen dari jumlah angkatan kerja di Indonesia yang sebanyak 119,39 juta orang. Terlihat bahwa PNS sebetulnya minoritas dengan biaya yang sangat mahal dibanding angkatan kerja non-pemerintah. Ongkos tersebut harus ditanggung oleh rakyat tak hanya lewat belanja APBN yang besar, tetapi juga biaya birokrasi dan biaya lainnya yang menyebabkan tidak efisiennya perekonomian Indonesia.

Bisa kita lihat, Pegawai Departemen Pendidikan Nasional selain guru berjumlah lebih dari 200 ribu orang dan Pegawai Departemen Agama berjumlah sekitar 180 ribu orang. Pada tingkat daerah, Pemda DKI Jakarta yang memperkerjakan lebih dari 90.000 orang pegawai hanya untuk mengurusi wilayah yang luasnya 65.000 hektar. Data-data tersebut menunjukkan betapa birokrasi di Indonesia sangat mahal dan sangat jauh dari efisiensi. Apakah Indonesia membutuhkan birokrat sebanyak itu untuk mengurusi masalah-masalah yang tidak kunjung selesai?

Oleh karena itu, mengurangi jumlah PNS adalah langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dengan cara membatasi input pegawai baru dengan sangat ketat. Memakai sistem kontrak bisa membuat PNS menjadi terpacu mengejar target dan meningkatkan kinerja. Jika gagal, PNS bisa diberhentikan. Sistem aman kepegawaian PNS yang ada selama ini cenderung melumpuhkan kreativitas dan kinerja PNS. Jadi, dengan sistem ini motivasi PNS tidak lagi disibukkan dengan bagaimana meningkatkan pendapatan tambahan dari sistem birokrasi yang ada tetapi disibukkan dengan peningkatan kinerja dan produktivitas.

Selain itu yang tidak kalah penting, aturan kepegawaian bahwa PNS tidak bisa dipecat harus dihapuskan. Hal ini harus disertai dengan memperkuat jabatan fungsional dan memotong jabatan struktural. Dengan ini, pegawai yang punya kinerja bagus bisa dipromosikan sementara yang kinerjanya buruk bisa dipecat. Dengan ini pemerintah bisa menghemat puluhan triliun APBN. Efek lainnya, berkurangnya PNS berarti memudahkan pengawasan dan pencegahan terhadap KKN. Dengan berkurangnya jumlah PNS, belanja atribut juga bisa dihemat dan aset yang berlebih saat ini bisa disumbangkan pada yang membutuhkan.

Bagaimana dengan penghasilan PNS yang kontraknya selesai? Apakah akan menimbulkan pengangguran baru? Solusinya adalah pelatihan wirausaha secara berkala bagi para PNS sejak awal bekerja. Pelatihan wirausaha ini bisa disesuaikan dengan bisnis-bisnis yang modalnya sesuai dengan besarnya penghasilan yang diberikan pemerintah. Dengan ini, PNS yang setelah habis masa kontraknya bisa langsung memulai bisnisnya. Jadi, dengan mengatasi masalah yang baru pemerintah tidak menimbulkan masalah yang baru lagi, tapi memuncukan alternatif baru yang solutif. Anggaran gaji PNS yang dikurangi bisa digunakan untuk infrastruktur, pendidikan, dan sektor lainnya yang lebih produktif. Selain itu, jumlah wirausaha di Indonesia bisa meningkat dan lapangan kerja yang baru bisa tersedia.

Referensi:

http://www.pengumuman-cpns.com

http://cpnsindonesia.com

http://economy.okezone.com

http://www.bappedajakarta.go.id

http://www.anggaran.depkeu.go.id

http://www.antaranews.com

BEM Kema FE Unpad

No comments: