Thursday, October 18, 2012

Penghematan Energi dan Dampaknya kepada APBN


Oleh: Zidnie Dzakya (Kajian Strategis BEM FEB UGM)

Anggaran Negara (APBN) berpeluang mendekati 3 persen karena krisis Eropa. Namun dengan penghematan energi yang dilakukan bersama-sama, dapat diturunkan menjadi 2,3 persen. Menteri Keuangan menyampaikan bahwa menjaga sisi fiskal dari perekonomian kita saat ini adalah dengan cara menghemat energi untuk mengendalikan defisit anggaran. Hampir Rp300triliun dari APBN hanya digunakan untuk subsidi BBM dan listrik. Ini yang semestinya disadari juga oleh seluruh elemen masyarakat. Bahwa penggunaan BBM dan listrik itu tidak sepenuhnya dibayar oleh masyarakat. Penghematan energi yang sedang digencarkan sejak Mei 2012 amat membantu untuk menekan tingginya angka subsidi yang berimbas kepada anggaran negara (APBN).
Lebih naas lagi karena subsidi yang amat besar itu 77 persen jatuh kepada pihak yang semestinya tidak mendapatkan. Seperti subsidi BBM premium yang sampai sekarang belum jelas pembagian siapakah yang semestinya mendapatkan. Tentunya ini akan menambah defisit anggaran negara. Energi berupa BBM dan listrik itu amat dibutuhkan, hanya saja penggunaannya dapat dikontrol dan menjadi gerakan sadar dan hemat energi.
Subsidi yang besar itu dapat dihemat dan kemudian dialihkan ke pembangunan infrastruktur negara. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam upaya penghematan massal energi agar membantu menekan defisit anggaran adalah mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap minyak bumi. Ketergantungan terhadap minyak harus segara dikurangi mengingat minyak semakin langka dan membuat harga nya menjadi mahal. Pengalihan APBN yang awalnya untuk subsidi BBM dapat juga dialihkan untuk pembangunan atau penelitian energi alterntif yang nantinya menjadi solusi ketergantungan BBM. Hanya saja, perlu digaris bawahi bahwa perlu adanya monitoring dan controlling yang jelas dari kementrian terkait apabila ada pengalihan APBN dari subsidi energi ke pembangunan infrastruktur maupun kepada penelitian energi alternatif.
Tingkat subsidi terhadap BBM semakin hari semakin naik mengingat harga minyak dunia yang juga semakin naik. Ini tentunya tidak sehat bagi APBN negara. Sehingga perlu adanya energi alternatif menggantikan BBM agar tidak terjadi pergolakan ekonomi. Pergolakan ekonomi yang berlebihan dapat menyebabkan inflasi, kesejahteraan masyaraat merosot, pengangguran semakin banyak karena PHK. Maka karena hal itu pemerintah juga harus mengeluarkan dana untuk menetralkan stabilitas fiskal.
Trade off yang terjadi ini nampaknya harus dimulai dengan langkah konkrit pemerintah untuk membuat masyarakat menghemat energi dan pemerintah bertanggung jawab dengan menyediakan energi alternatif. Agar nantinya subsidi dari APBN tidak hanya berkisar kepada subsidi energi –yang dimana sampai saat ini masih salah sasaran- dan mulai menyasar kepada subsidi non energi seperti subsidi pangan, pupuk, benih yang itu lebih menyasar kepada golongan strata msyarakat tertentu dan menjadi tepat sasaran. 

Subsidi Energi: Polemik yang Tak Pernah Mati

Oleh: Nadia Firstzky Cipta Mardieta (Kajian Strategis BEM FEB UGM)

Energi seakan telah menjadi trending topic Indonesia sepanjang tahun 2012. Betapa tidak, problematika terkait dengan energi silih berganti mewarnai kehidupan sehari hari terutama mengenai subsidi. Hal ini menjadi polemik tersendiri yang tak pernah lepas dari sorotan publik.

Hal tersebut bukan tanpa alasan, subsidi energi telah menyedot kurang lebih 13,1% dari total APBN 2012 terdiri dari Rp123 triliun untuk subsidi BBM dan Rp45 triliun untuk subsidi listrik. Ditambah lagi pada Maret 2012, tercapai kesepakatan antara Pemerintah bersama Badan Anggaran DPR mengenai postur APBN-P 2012 dengan anggaran subsidi energi yang melonjak menjadi subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp137 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp64,9 triliun disertai cadangan risiko fiskal energi ditetapkan Rp23 triliun dan dana kompensasi kenaikan BBM Rp30,6 triliun. 

Namun, subsidi energi ini rupanya masih belum mencukupi. Realisasi subsidi energi per 5 Oktober 2012 sebesar Rp 174,8 triliun atau 86,4% dari pagu anggaran APBN-P 2012 menyebabkan realisasi subsidi BBM tahun ini diproyeksi bengkak Rp79,39 triliun dari pagu APBN-P 2012 menjadi Rp216,77 triliun. Penyebabnya, harga ICP naik menjadi sekitar US$110 per barel dari asumsi US$105 per barel disertai peningkatan volume BBM bersubsidi yang membengkak menjadi 43,5 juta-44,04 juta kiloliter dari asumsi 40 juta kiloliter.

Menteri Keuangan menetapkan bahwa pembengkakan pengeluaran itu akan ditutup dari hasil penghematan belanja dan optimalisasi penerimaan APBN-P 2012 berupa tambahan penerimaan migas Rp11,9 triliun, penghematan subsidi nonenergi Rp1,7 triliun, dan anggaran kompensasi kenaikan harga jual BBM bersubsidi Rp30,6 triliun yang tidak digunakan.

Angka belanja subsidi energi masih akan terus meningkat. Dalam RAPBN 2013, subsidi energi dialokasikan Rp274,7 triliun (subsidi BBM 193,8 triliun dan listrik Rp80,9 triliun), meningkat 35,7 persen dari belanja subsidi yang dialokasikan dalam APBN-P 2012 (Rp202,4 triliun) dengan asumsi harga minyak (ICP) USD100 per barel, dan lifting minyak 900 ribu barel per hari (BPH)

Penyebab utama tingginya subsidi energi disinyalir karena saat ini konsumsi energi di Indonesia masih bergantung pada BBM. Bukan hanya konsumsi rumah tangga saja, bahkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih menggunakan bahan bakar konvensional. Sedangkan harga minyak dunia cukup tinggi dan diprediksi akan terus menerus naik. Hal ini tentu menjadi alasan mengapa angka subsidi energi selalu bertambah. 

Pengambilan kebijakan populer, penundaan kenaikan harga BBM yang terjadi pada bulan Maret 2012 juga turut andil dalam melonjaknya angka subsidi BBM. Tentu hal ini sangat disayangkan. Padahal, kebijakan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi dan menjadi solusi dalam kenaikan harga minyak dunia agar tidak membebani APBN-P 2012.

Sekarang, hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengembangkan penggunaan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar konvensional. Sesungguhnya sudah banyak penemuan tentang pemanfaatan energi alternatif. Namun tampaknya pemerintah lebih banyak memilih untuk menambah anggaran subsidi energi konvensional dan belum memfokuskan diri ke dalam proses pengembangannya. Diharapkan kedepannya pemerintah dapat memaksimalkan pemanfaatan energi alternatif di Indonesia sehingga polemik subsidi energi yang tak pernah mati ini dapat mulai teratasi.


Tuesday, October 16, 2012

Manfaat VS Biaya Energi Alternatif


Oleh: Zidnie Dzakya (Kajian Strategis BEM FEB UGM)

Besarnya tingkat subsidi yang diberikan dari APBN kepada energi seperti BBM dan listrik lama-kelamaan akan menjadi bumerang bagi fiskal dan perekonomian Indonesia. Karenanya, perlu ada revolusi terhadap energi alternatif agar ketergantungan masyarakat terhadap energi yang telah ada dan akan segera habis sehingga membuat harganya mahal perlahan-lahan tergantikan. Hanya saja biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyediakan energi alternatif itu apakah lebih besar dengan manfaat yang diberikan energi altenatif untuk perekonomian Indonesia.

Subsidi terbesar dari anggaran negara adalah untuk subsidi energi dalam hal ini BBM dan listrik. Namun sampai sekarang pengadaan subsidi tersebut tidak tepat sasaran padahal minyak semakin langka dan mahal. Oleh karena itu, perlu ada alternatif untuk energi selain minyak dan listrik. Apabila telah ditemukan alternatif diluar minyak dan listrik, maka negara dapat menghemat beberapa persen dari APBN dan dapat dialihkan untuk subsidi non-energi seperti pangan, pupuk dan lain sebagainya. Namun sebelum menuju itu, pemerintah harus lebih dulu mengalihkan subsidi energi tersebut kepada subsidi dan bantuan pengelolaan dan penelitian energi alternatif.

Dewasa ini telah muncul berbagai jenis mobil dengan energi alternatif seperti surya, listrik dan biosolar. Namun penelitian dan perakitan mobil dengan bahan bakar alternatif tersebut terbentur dana. Pemerintah seyogyanya membantu. Biayanya memang cukup besar namun manfaat jangka panjang nya memang lebih menguntungkan daripada apabila pemerintah terus-terusan memberikan subsidi energi seperti BBM dan listrik dimana kita tahu bahwa subsidi trsebut masih banyak yang salah sasaran.

Hanya saja, kembali ditekankan bahwa pengalihan tersebut perlu ada kontrol dan monitoring dari pihak terkait dan kita semua. Agar manfaat dan biaya dari pengalihan subsidi energi kepada pengembangan energi alternatif dapat tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan kita bersama. Sehingga pada akhirnya manfaat dan biaya dari pengalihan tersebut lebih besar manfaat. Sehingga kita bersama dapat menyelamatkan fiskal perekonomian Indonesia dan dapat menghemat energi yang pada akhirnya harusnya subsidi energi yang bekum tepat sasaan tersebut dapat diberikan kepada masyarakat strata menengah kebawah dengan subsidi non-energi seperti pupuk dan lain sebagainya.

Kesimpulannya, manfaat dan biaya yang dikeluarkan dari pengadaan dan pengembangan energi alternatif, pengalihan APBN dari subsidi energi (BBM dan listrik) menjadi bantuan pengelolaan, penelitian dan pengembangan energi alternatif lebih besar manfaatnya dalam jangka panjang,. Karena subsidi energi sampai saat ini tidak tepat sasaran dan pemborosan APBN. Memang biaya yang dikeluarkan dari penelitian dan pengembangan energi alternatif besar, namun hal ini akan membantu mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap minyak bumi. Yang ini akan berdampak pada tingkat subsidi yang diberikan pemerintah diambil dari APBN akan berkurang dan dapat dialihkan (di masa mendatang) menjadi subsidi non-energi yang lebih bersahabat kepada masyarakat menengah ke bawah. 

ENERGI YANG MEMBEBANI


Oleh: Luluk Permata Sari (Kajian Strategis BEM FEB UGM)

Struktur APBN P 2012 menunjukkan adanya indikasi tidak sehat setelah sebagian besar dari alokasinya digunakan untuk sektor yang kurang produktif, yaitu belanja pegawai dan subsidi energi. Solusi atas kedua permasalahan tersebut sebenarnya telah banyak dihembuskan, namun agaknya permasalahan tentang energi perlu dicermati lebih mendalam, mengingat Indonesia merupakan negara yang kaya sumber energi.

Subsidi energi untuk BBM dan listrik mengambil 13,1% porsi dari APBN-P 2012, atau sekitar Rp202 triliun. Jumlah ini diprediksikan akan terus meningkat setelah melihat kenaikan harga minyak dunia yang belum berujung, menyebabkan  tingkat disparitas antara  harga minyak mentah dunia dan harga ICP di anggaran melebar. Sekedar informasi, harga minyak dunia saat ini mencapai USD 119/barel , melesat jauh dari perkiraan APBN sebesar USD105 /barel.

Peningkatan harga tersebut pada akhirnya membuat waswas para pembuat kebijakan. Kenaikan ini berkemungkinan besar dapat memacu pertumbuhan defisit dan imbasnya akan memunculkan utang-utang baru. Solusi yang baru digencarkan pemerintah untuk menutup kemungkinan defisit tambahan ini adalah dengan melakukan peningkatan tarif dasar listrik (TDL), yang notabene menggunakan BBM sebagai sumber energi utama, sebesar 15%. Kenaikan tarif ini dipercaya dapat menghemat subsidi sebesar Rp 11,8 triliun. Mengikuti rencana ini, rentetan protes pun bergulir dari berbagai pihak. Mereka, pihak pro subsidi, mengatakan bahwa memberikan subsidi merupakan kewajiban negara yang telah tercantum di UUD 1945, tepatnya di pasal 33 dan 34.

COST BENEFIT SUBSIDI ENERGI
Walaupun energi bukanlah beban utama APBN-P, sektor ini memiliki peluang besar untuk dikaji kebermanfaatannya bila dihubungkan dengan nilai subsidi yang cukup besar, sehingga pengambilan kebijakan benar-benar didasarkan pada cost-benefit-nya.

Harga BBM yang terus ditekan rendah karena disubsidi, cenderung ‘memanjakan’ masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini kemudian diperparah dengan adanya kredit kendaraan yang semakin mudah untuk digapai, membuat ledakan konsumsi bahan bakar minyak tidak terelakkan lagi. Diperkirakan, konsumsi BBM akan melonjak hingga 46 juta kiloliter pada tahun 2013 dari sebelumnya 40 juta kiloliter pada tahun 2012. Kenaikan ini pastinya tidak terlepas dari jumlah kendaraan pribadi yang semakin melonjak.

Bila tahun depan belum ada kebijakan baru terkait subsidi energi, maka Bank Dunia memperkirakan defisit subsidi BBM mampu menembus 70% dari subsidi energi di RAPBN 2013. Peningkatan ini secara pasti akan diikuti dengan kenaikan defisit APBN, yang diperkirakan muncul di sekitar angka 2,4 % atau sekitar Rp202 T (dari sebelumnya 2,23% atau Rp194,5 triliun di 2012). Jumlah defisit sebesar ini turut berkontribusi dalam pembatasan ruang gerak fiskal yang dapat dilakukan pemerintah, terutama untuk menangani sektor-sektor yang lebih produktif., seperti investasi publik pada pembangunan infrastruktur.  Saat tingkat pertumbuhan Indonesia dapat dicapai di atas digit 6%, pembangunan infrastruktur penunjuang belum dilakukan secara berkesinamabungan. Dikhawatirkan, hal ini dapat memacu overheating di dalam perekonomian yang pada akhirnya dapat menyeret tingkat pertumbuhan ekonomi ke level bawah, seperti yang sedang terjadi pada perekonomian India saat ini. Setidaknya, untuk menambah ruang gerak fiskal, subsidi energi, BBM khususnya, perlu diturunkan sebesar 30%.

Bila dilihat dari sasarannya, subsidi energi terlihat sudah bergeser jauh dari tujuan awal pemberian subsidi. Awalnya, subsidi energi diberikan atas dasar tujuan mulia, yaitu membantu rakyat miskin terhadap perubahan harga minyak dunia. Nyatanya, subsidi BBM hanya dinikmati kurang dari 10 % masyarakat miskin. Sisanya? Bisa ditebak sendiri. Melihat ironi seperti ini, subsidi energi tidak memiliki alasan yang kuat untuk terus dipertahankan dengan formatnya yang sama. Agar dapat digunakan secara efisien dan efektif, perlu dilakukan restrukturisasi subsidi, seperti yang dicanangkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, beberapa waktu yang lalu. Adanya restrukturisasi dimaksudkan agar pengadaan subsidi dilakukan secara tepat sasaran. Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan ketegasan dari pihak pemerintah serta keberanian untuk mengambil keputusan tanpa banyak intervensi dari pihak luar.

Solusi lain untuk mengatasi permasalahan subsidi ini adalah dengan memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan lainnya. Indonesia bukanlah negara yang miskin sumber daya, tapi harus diakui, Indonesia salah satu negara yang belum bisa memanfaatkan kekayaannya secara maksimal. Energi yang terpaku pada sumber BBM, pada akhirnya membuat nasib negeri ini terombang-ambing pada pergerakan harga minyak dunia. Bila saja energi-energi alternatif seperti panas bumi, energi matahari, ataupun angin dapat dikelola secara maksimal, bukan tidak mungkin kesejahteraan dapat terus meningkat, tanpa harus membebani APBN dengan defisit yang membengkak setiap tahunnya.