Sunday, March 29, 2009
Eksistensi Pasar Tradisional Di Tengah Gempuran Ritel Modern
Menjamurnya peritel – peritel besar di berbagai kota di Indonesia benar – benar membuat para pelaku usaha di pasar tradisional kalang kabut. Peritel modern yang umumnya menyediakan kebutuhan pokok hingga kebutuhan elektronik ini mulai menggerus keberadaan pasar tradisional. Bahkan, omzet penjualan pasar tradisional di kota Bandung turun hingga 60 %. Tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti pasar tradisional akan benar – benar punah apabila perkembangan ritel modern tidak dibendung oleh kebijakan pemerintah. Lebih dahsyatnya lagi, ritel – ritel modern kini hadir sangat dekat dengan pasar tradisional seperti Alfamart dan Indomaret. Ritel – ritel tersebut juga membidik konsumen kalangan menengah ke bawah untuk berbelanja di outlet mereka.
Kalangan skeptis mengemukakan pendapat jika pasar tradisional tidak akan punah di Indonesia. Banyak penduduk di desa – desa hingga kota – kota kecil yang akan setia berbelanja di pasar. Penduduk di desa – desa hingga kota – kota kecil memiliki daya beli yang rendah. Sedangkan harga kebutuhan pokok utama mereka seperti sayur mayur ataupun ikan segar di ritel modern masih tergolong mahal dan tidak terjangkau. Selain itu, budaya tawar menawar dalam berbelanja di Indonesia juga tidak akan bisa ditemui di ritel modern. Padahal ibu – ibu di Indonesia gemar sekali untuk menawar. Maka kalangan skeptis 100 % percaya bahwa pasar tradisional tidak akan pernah punah di Indonesia.
Lebih baik mencegah daripada mengobati. Di dunia ini memang tidak ada yang tidak mungkin. Jadi bisa –bisa saja suatu saat nanti pasar tradisional di Indonesia akan punah ditelan oleh waktu. Senjata yang diperlukan untuk menyelamatkan pasar tradisional dari kepunahan hanya ada dua, yaitu peraturan pemerintah tentang perlindungan pasar tradisional dan perubahan dari pasar tradisional itu sendiri. Dua senjata pamungkas itu dijamin akan mengembalikan kejayaan pasar tradisional di Indonesia seperti puluhan tahun yang lalu di mana peritel modern belum memasuki atmosfer persaingan bisnis. Kita tidak ingin melihat jutaan orang menjadi pengangguran gara – gara pasar tradisional tempat mereka mencari nafkah punah ditinggalkan oleh pembeli yang beralih berbelanja ke ritel modern.
Dalam UU nomor 5 tahun 1999 disebutkan bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau usaha jasa dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pasar yang wajar. Undang - undang ini menjadi benteng utama dalam membentengi kepunahan pasar tradisional dari praktik monopoli ritel-ritel modern yang semakin merajalela. Harga-harga barang kebutuhan pokok di ritel-ritel modern yang terkadang sangat murah juga mulai dilarang sebagaimana tercantum dalam pasal 5 ayat 1 UU nomor 5 tahun 1999 yang berbunyi pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Perda juga mempunyai andil penting dalam melindungi pasar tradisional. Setiap pemerintah daerah harus berani menolak suap dari para developer yang akan membangun ritel modern di sekitar pasar tradisional. Berbagai Perda ampuh yang harus diterapkan untuk membombardir ritel modern adalah :
1. Setiap ritel modern yang memiliki luas 1 – 200 m2 harus berada minimal 200 m dari lokasi pasar tradisional. Ritel modern ini digolongkan sebagai minimarket dimana jumlahnya maksimal 1 unit di kota kecil, 2 unit di kota besar, dan 3 unit di kota metropolitan per kelurahan.
2. Setiap ritel modern yang memiliki luas 201 – 1.000 m2 harus berada minimal 400 m dari lokasi pasar tradisional. Ritel modern ini digolongkan sebagai supermarket dimana jumlahnya maksimal 1 unit di kota kecil, 3 unit di kota besar, dan 5 unit di kota metropolitan per kecamatan.
3. Setiap ritel modern yang memiliki luas > 1.001 m2 harus berada minimal 1 km dari lokasi pasar tradisional. Ritel modern ini digolongkan sebagai hypermarket dimana jumlahnya maksimal 1 unit di kota kecil, 3 unit di kota besar, dan 5 unit di kota metropolitan per kota / kota bagian.
Perda ini dijamin maknyus melindungi keeksistensian pasar tradisional. Masyarakat juga harus berani menyegel hingga membakar apabila ada ritel modern yang akan berdiri di dikat pasar tradisional. Kembali lagi, pasar tradisional Indonesia yang melindungi ya orang-orang Indonesia itu sendiri. Bahkan di Mesir, mal-mal berada belasan kilometer dari pasar tradisional. Peraturan yang dibuat Pemerintah Mesir dalam memproteksi pasar tradisional ini perlu ditiru oleh Pemerintah Indonesia.
Sudah saatnya pasar tradisional di Indonesia berbenah diri mulai dari infrastruktur hingga pelayanan. Masyarakat kota yang mengutamakan kenyamanan dalam berbelanja juga harus merasakan kenyamanan dalm berbelanja di pasar tradisional. Para pemerintah daerah maupun pihak swasta harus memberikan kontribusi dalam perubahan pasar tradisional ini. Pemerintah harus mengeluarkan jurus-jurus jitu untuk mengembalikan minat masyarakat agar kembali berbelanja di pasar tradisional. Beberapa langkah yang dapat ditempuh pemerintah kota / daerah untuk mengembalikan keeksistensian pasar tradisional adalah :
1. Merenovasi bangunan pasar tradisional seperti mengganti lantai yang kotor dengan keramik, mengecat bangunan pasar tradisional agar terlihat menarik, dan memperbaiki kamar mandi sehingga menjadi bersih. Dana renovasi diambil dari APBD dan sumbangan pemerintah provinsi / pusat.
2. Menata pedagang-pedagang yang ada di dalam pasar sesuai barang dagangan mereka. Jadi ada zona-zona tersendiri seperti zona sayur mayur, zona ikan laut, zona daging-dagingan, zona kue basah, dan zona kebutuhan dapur. Penataan ini membuat para pembeli di pasar tradisional tidak kebingungan mencari kebutuhan mereka.
3. Melatih para pedagang pasar tradisional agar menjaga kebersihan pasar. Pedagang pasar harus membuang sampah dagangan pada tempat sampah yang telah disediakan. Menyapu dan mengepel bedak mereka setiap kali akan menutupnya.
4. Membentuk tim pembersih pasar yang terdiri atas pasukan kuning. Tim ini bertugas untuk membersihkan pasar sekali dalam seminggu. Tim ini membersihkan lantai, bedak, kios, hingga kamar mandi yang ada di dalam pasar sehingga pembeli merasa nyaman ketika berbelanja di pasar.
5. Membentuk tim keamanan pasar yang terdiri atas hansip atau kamra. Tim ini bertugas untuk menjaga keamanan pasar seperti memberantas preman dan anak jalanan sehingga pembeli merasa aman ketika berbelanja di pasar.
6. Mengombinasikan pasar tradisional dengan pasar wisata. Jadi pasar tradisional juga menjual suvenir – suvenir atau oleh – oleh khas daerah tersebut. Pasar wisata tradisional ini juga menjadi sarana pariwisata Indonesia.
7. Mengadakan even – even menarik di pasar – pasar tradisional seperti goyang dangdut grebek pasar atau demo memasak gratis di pasar-pasar tradisional sehingga menarik banyak perhatian masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional.
8. Menginstruksikan kepada semua sekolah di Indonesia agar mengajak murid-muridnya berbelanja atau mengadakan penelitian di pasar tradisional. Kebiasaan untuk berkecimpung di pasar biasanya akan menimbulkan kecintaan terhadap pasar itu.
9. Melarang berdirinya ritel –ritel mini modern yang beroperasi di sekitar pasar tradisional seperti Alfamart, Indomaret, Circle K, Giant Supermarket, dan Carrefour Express. Pemerintah harus berani menyegel ritel-ritel mini modern yang mendirikan tempat usaha di sekitar pasar tradisional.
Niscaya dengan adanya berbagai langkah proteksi dari pemerintah dan masyarakat, pasar tradisional akan tetap eksis seperti sediakala. Kita ingin melihat pasar-pasar tradisional di Indonesia menjadi bersih dan nyaman. Kita masih ingin melihat anak-cucu kita merasakan berbelanja di pasar tradisional. Harapan besar yang digantungkan oleh penulis adalah pasar tradisional menjadi tuan rumah tempat berbelanja di negerinya sendiri. Sejarah pasar tradisional selama ratusan tahun tidak boleh lenyap begitu saja oleh gempuran ritel modern yang tak kenal ampun.
Oleh :
GUSTI RENDI OKTAVIANO B.
Dept. SOSPOL BEM FE UB
PASAR TRADISIONAL, RIWAYATMU KINI...
0810233016
Pasar tradisional merupakan sentra kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia, tumbuh dan berkembang baik di desa maupun di kota seiring perkembangan masyarakat. Pasar tradisional sendiri merupakan simbolisasi dari kemandirian rakyat karena bertahun-tahun pasar tradisional menjadi tempat transaksi jual beli dan srana bagi berkembangnya ekonomi rakyat. Di sana bergabunglah segala elemen masyarakat yang tergabung dalam transaksi jual beli.
Namun dewasa ini keberadaan pasar tradisional mulai terancam dengan adanya retail-retail besar maupun kecil yang lebih modern dan nyaman. Patut diakui pasar modern memiliki keunggulan di tengah masyarakat yang berkarakter manja, hedonis, dan serba instan. Pasar ini melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir. Pembeli dimanjakan dengan harga barang yang menarik, kemasan rapi, jenis barang lengkap, situasi yang bersih dan nyaman, petugas layanan yang ramah dan menarik menyebabkan pasar ini selain menjadi sebuah one stop shopping juga menjadi tempat wisata keluarga yang murah dan menyenangkan. Konsumen datang ke pasar modern untuk membeli semua kebutuhan, sekaligus dengan gengsinya.
Pasar ini tidak saja memenuhi kebutuhan konsumen, tapi dia juga menciptakan kebutuhan. Banyak barang yang tidak dikenal sebelumnya, dan tidak menjadi kebutuhan, akhirnya dibeli karena penyajiannya menimbulkan selera konsumen. Diketahui sebanyak 85 persen konsumen berbelanja secara impuls. Dalam artian, keinginan membeli timbul akibat rangsangan atau gerak hati yang muncul secara tiba-tiba setelah melihat barang yang dijajakan tanpa pertimbangan masak.
Dari aspek harga pun pasar modern kadang-kadang diopinikan lebih murah daripada harga barang di pasar tradisional. Dengan strategi subsidi silang, membuat harga suatu jenis barang lebih murah, namun harga barang lain jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga di pasar tradisional. Selain itu harga beli juga bisa ditekan karena keunggulan dapat membeli dalam jumlah besar, dan biaya stok minimum dengan bantuan teknologi informasi.
Tanpa disadari kemanjaan dan kenyamanan itu harus dibayar mahal karena terjadinya penyedotan uang ke luar. Ritel-ritel modern tersebut pada umumnya milik asing, misalnya Makro, Carrefour, Giant, Goro , Indogrosir, Clubstore. Bahkan sekelas Indomaret yang mulai merembet ke lingkungan lebih kecil juga milik pemodal Singapura. Sementara pemain lokal, yakni Alfa Gudang Rabat juga dimasukkan dalam kriteria ini meski ukuran tokonya lebih kecil (semihiper), tetapi keanekaragaman barang yang dijual sama dengan hipermarket. Maka dapat dipastikan merembaknya pasar modern akan seiring dengan mengalirnya modal ke luar (capital outflow), atau setidak-tidaknya akan terjadi backwash effect dari daerah ke pusat.
Harus diakui bahwa masuknya investor atau pengusaha asing ke dalam perekonomian kita sulit dihindari, sebagai akibat komitmen kita terhadap globalisasi. Tapi seyogyanya tetap terkontrol. Di Singapura, misalnya, cuma ada satu outlet Carrefour, tapi di Jakarta, ada lebih 50 outlet pasar modern, baik hipermarket maupun supermarket. Keberadaan mereka jelas mematikan pasar tradisional.
Sementara itu terdapat beberapa alasan bagi kita untuk tetap mempertahankan keberadaan pasar tradisional. Pertama, para pedagang pasar tradisional tidak mungkin melakukan capital outflow. Kedua, Pasar tradisional merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Ketiga, pasar tradisional merupakan penyelamat negara pada saat terserang krisis ekonomi seperti sekarang ini. Terbukti di Amerika perekonomian mereka selamat karena masayarakat kembali menghidupkan pasar tradisional.
Tentu saja pengembalian pasar tradisional pada tempatnya diperlukan kerja sama segala pihak dan elemen. Perlu diatur kembali undang-undang dan peraturan yang beredar dimasyarakat, kemudian dipertegas dan dikonsistenkan. Karena yang sering terjadi di lapangan adalah hukum yang berlaku jalan di tempat dan tidak jelas alur serta sanksi bagi yang melanggar sehingga masyarakat tidak lagi percaya dan menghargai hukum yang berlaku. Salah satunya mengenai perizinan bagi ritel yang berlaku seumur hidup tanpa ada jangka waktu. Sehingga memberi kesan bahwa pemberian izin bagi ritel begitu longgar dan mudah. Selain itu, dalam perda tidak dicantumkan pemberian sanksi bagi pelaku pelanggaran aturan. Ini membuktikan pemkot belum tegas untuk mengatur keberadaan pasar tradisional maupun modern. Pasar tradisional perlu berbenah. Tidak lagi erat dengan kesan kumuh, kotor, dan jorok. Seperti banyak pasar tradisional di luar negri yang kini banyak menjadi kawasan wisata. Dirasa perlu untuk melakukan revitalisasi dengan memperbaiki fasilitas yang ada seperti pergantian lantai, perbaikan listrik, dan pemasangan penyejuk udara(AC).
Usaha ini sekali lagi harus didukung dan diperhatikan berbagai elemen masyarakat. Tentu saja kita tidak ingin keberadaan pasar tradisional menjadi kenangan belaka. Pemerintah, pengusaha kecil dan konglomerat yang seringkali berlomba-lomba untuk membangun mall-mall dan pusat perbelanjaan modern lainnya harus merubah paradigma dan lebih memperhatikan nasib rakyat kecil. Bagaimanapun pasar tradisional telah membantu memberdayakan para pengangguran dan memberikan lapangan pekerjaan serta membentuk jiwa-jiwa yang sadar akan perlunya berbisnis dan berinteraksi sekaligus. Dan tentunya menghidupkan pasar tradisional merupakan tugas kita semua.
REFERENSI
1. http://rullyindrawan.wordpress.com/2008/12/02/kebijakan-publik-yang-mengatur-sinergitas-pasar-modern-dan-tradisional/, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 15:30 WIB.
2. http://newslinkweb.com/2008/12/23/pasar-tradisional-vs-modern/, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 15:40 WIB.
3. http://pr.qiandra.net.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=60287, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 14.00 WIB.
4. http://metro.vivanews.com/, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 14:30 WIB.
5. http://www.rakyatmerdeka.co.id/situsberita/index.php?pilih=lihat5&id=115, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 16:02 WIB.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_perekonomian, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 16:12 WIB.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya
Penulis adalah Staff Dept. Hubungan Masyarakat BEM FE UB
Saturday, March 28, 2009
Efektivitas Stimulus Fiskal
Tuesday, March 17, 2009
Efektivitas Stimulus Fiskal
Thursday, March 12, 2009
Tinjauan Kritis Mengenai Paket Stimulus Fiskal terkait dengan UU PPH No. 36 Tahun 2008
Era perdagangan bebas saat ini, menuntut perusahaan-perusahaan untuk bersaing satu sama lain secara global. Persaingan yang sangat ketat tersebut menyebabkan perusahaan untuk terus-menerus melakukan perubahan-perubahan, baik dari segi keuangan maupun dari segi non-keuangan. Dari segi keuangan, perusahaan melakukan earnings management, yang bertujuan untuk meningkatkan laba perusahaan. Adapun dari segi non-keuangan, perusahaan biasa menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk menarik simpati dari pelanggannya. Namun, mengingat adanya krisis global yang melanda perekonomian seluruh dunia pada beberapa tahun ini, membuat banyak perusahaan mengalami gulung tikar. Hal tersebut ditandai dengan anjloknya harga saham perusahaan Lehmann Brothers dan Meyrill Lynch, yang notabene adalah perusahaan raksasa di Amerika Serikat. Amerika Serikat sendiri sebagai negara adikuasa dengan sistem perekonomian yang liberal, menjadi kewalahan dengan adanya krisis ekonomi ini. Pada akhirnya, banyak perusahaan yang semula milik swasta, harus diprivatisasi oleh pemerintah dengan tujuan agar perekonomian Negara tersebut tidak semakin terpuruk.
Indonesia yang merupakan salah satu rekan dagang Amerika Serikat (AS), secara mau tidak mau juga ikut terkena imbas dari krisis ekonomi yang sedang melanda AS. Ekspor Indonesia ke negara tersebut terancam mengalami penurunan secara drastis. Penurunan ekspor ini disebabkan karena menurunnya daya beli masyarakat AS, sehingga permintaan pasar AS akan barang-barang Indonesia, seperti meubelair dan komoditi sandang, juga mengalami penurunan. Pemerintah Indonesia sebagai pihak yang bertanggung jawab menjaga kestabilan perekonomian negara pun harus memutar otak agar perekonomian kita tidak ambruk seperti halnya negara AS. Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah Indonesia, salah satunya adalah penurunan tarif pajak penghasilan, baik untuk perseorangan maupun perusahaan.
Dalam artikel ini, penulis ingin membahas PPh badan. Pada UU PPh yang baru, disebutkan bahwa tarif PPh badan adalah 28%. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 17 ayat (1) huruf b. Penerapan tarif 28% ini hanya berlaku sampai dengan bulan Desember 2009, karena pada awal tahun 2010 tarif tersebut akan berubah lagi menjadi 25%. Diharapkan dengan adanya penurunan tarif PPh badan tersebut, pengusaha dapat mengurangi beban pajaknya, sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Selain itu, pemerintah berharap agar tarif PPh yang baru ini dapat menjadi stimulus perekonomian yang telah mengalami kelesuan sejak adanya krisis ekonomi global.
Penurunan tarif PPh badan yang baru tersebut merupakan langkah yang cukup bagus dan inovatif yang dilakukan oleh pemerintah. Karena di tengah perekonomian yang perkembangannya mengalami stagnasi ini, pemerintah mampu memberikan solusi yang “sedikit” melegakan bagi pengusaha-pengusaha Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa fasilitas pembebasan PPh 21 dimaksudkan untuk membuat perusahaan berbasis ekspor dan labor intensif atau menyerap tenaga kerja banyak agar bisa bertahan dari terpaan krisis ekonomi global. Penurunan ekspor, baik nilai maupun volume, akan menyebabkan struktur biaya menjadi sangat berat dibandingkan dengan pendapatan perusahaan. PPh 21 diharapkan dapat mengurangi beban dari perusahaan. Kriterianya adalah untuk perusahaan yang memiliki orientasi ekspor dan labor intensif. Pada intinya pemberian intensif pajak juga bertujuan untuk mendukung iklim investasi di Indonesia.
Tetapi tarif PPh badan di Negara kita masih relative tinggi, apabila kita menilik dari tetangga terdekat kita, yaitu Malaysia dan Singapura, di mana masing-masing tarif PPh badan di kedua negeri tersebut adalah 20% dan 18%, walaupun pada awal tahun 2010 nanti akan berubah lagi menjadi 25%. Hal tersebut tentunya menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah Indonesia untuk terus memberikan kebijakan yang lebih dapat menstimulus perekonomian.
Penerapan stimulus fiskal yang diimplementasikan dalam penurunan tariff PPh juga mempunyai dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Dana yang dibutuhkan untuk stimulus fiskal yang disediakan dalam APBN 2009 sedikit membebani belanja Negara, karena mengurangi pendapatan Negara atas pajak. Total dana stimulus fiskal yang disediakan dalam APBN 2009 sebesar Rp71,3 triliun (1,4% PDB). Stimulus fiscal sebesar itu antara lain akan digunakan untuk penghematan pembayaran pajak (tax saving) berupa tarif PPh Badan+Orang Pribadi+PTKP sebesar Rp43 triliun (0,8% PDB). Kemudian untuk subsidi pajak-BM/DTP (Bea Masuk Ditanggung Pemerintah) kepada dunia usaha berupa PPN barang impor EP Migas Pabum, Minyak Goreng, Bahan Bakar Nabati sebesar Rp3,5 triliun (0,07% PDB), Bea Masuk Bahan Baku sebesar Rp2,5 triliun (0,05% PDB), PPh Karyawan sebesar Rp6,5 triliun (0,12% PDB), dan PPh Panas Bumi sebesar RpO,8 triliun (0,02% PDB). Selanjutnya akan digunakan subsidi + belanja negara kepada dunia usaha/lapangan kerja berupa penurunan harga Solar (Subsidi Solar) sebesar Rp2,8 triliun (0,05% PDB), diskon beban puncak Listrik Industri sebesar Rpl,4 triliun (0,03% PDB), tambahan belanja infrastruktur sebesar RplO,2 triliun (0,2% PDB) dan perluasan PNPM sebesar Rp0,6 triliun (0,01% PDB).
Dapat dikatakan pegaruh krisis global, serta langkah-langkah mengatasi imbas krisis dengan kebijakan stimulus fiskal berdampak pada postur APBN 2009. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diperkirakan lebih rendah 1% di bawah asumsi, dan prognosa indikator ekonomi makro lainnya mengalami deviasi lebih dari 10%. Misalnya pertumbuhan ekonomi tahun 2009 turun 1,3%, dari 6,0% menjadi 4,7%, Nilai Tukar deviasi 17%, dari RpG.400 menjadi Rpll.000 per USD, dan harga Minyak Indonesia (ICP) deviasi 43,7%, dari USD80/barel menjadi USD45/barel.
Stimulus fiskal sebesar Rp 50 triliun yang didapat dari sisa anggaran tahun 2008 sebesar 38 trilun dan cadangan anggaran tahun 2009 sebesar 12 triliun harus diprioritaskan untuk industri manufaktur yang bersifat padat karya; proyek infrastruktur, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di samping itu, stimulus fiskal juga harus dibarengi dengan langkah konkret meningkatkan daya beli masyarakat lewat sejumlah kebijakan, seperti penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), serta stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Dalam mengurangi dampak resesi global selain stimulus fiskal bagi perusahaan yang dalam hal ini diwujudkan dengan diterbitkannya UU No. 36 tahun 2008 mengenai PPh, pengaturan impor barang juga harus dilakukan. Pemerintah hendaknya mengurangi impor barang yang bersifat konsumtif agar masyarakat terdorong untuk membeli produk dalam negeri. Sebaliknya impor terhadap barang modal dan bahan-bahan baku ada baiknya dipermudah regulasinya untuk merangsang produksi dalam negeri dan mengurangi PHK.
Kesimpulannya stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah harus mampu menggerakkan sektor riil agar tidak terbuang dengan sia-sia. Pergerakkan sektor riil dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli masyarakat. Selain menggerakkan sektor riil ada baiknya stimulus fiskal dapat direalisasikan untuk intensif proyek pembangunan infrastruktur yang juga akan menambah lapangan kerja yang cukup besar. Kebijakan lain yang perlu diperhatikan kembali oleh pemerintah adalah meningkatkan propaganda untuk memakai produk dalam negeri serta mencari pangsa pasar baru untuk ekspor Indonesia, selain Amerika Serikat.
Malang, 8 Maret 2008
Disusun oleh :
Annuraf Syeviramuna dan Anina Sukmajati
(Departemen Sosial dan Politik BEM FE UB 2009)
Wednesday, March 4, 2009
resesi global dan pengaruhnya terhadap pengangguran
Genderang kehancuran bertabuh di negeri paman sam, sebuah balada ekonomi yang terakumulasi dari era ke era dan kini meletus bak balon sabun. Sang adidaya pun meringkuk kesakitan dihantam badai krisis keuangan yang kini membawa mereka ke jurang kebangkrutan.
Yang miskin kian terperi, birokrat kini berhenti bermimpi, pialang saham gigit jari, investor bunuh diri dan akhirnya anggaran dikebiri demi memberi stimulus ekonomi.
Begitulah sebuah gambaran catastrophy yang terjadiu7 disana nun jauh di amerika, si negara adidaya yang mencengkram dunia lewat kekuatannya. Krisis ini sebenarnya sudah jauh-jauh hari diprediksi oleh banyak kalangan, akibat tabiat buruk amerika yang kerap bermain-main di sektor fiktif (finansial) tanpa dibarengi dengan peningkatan sektor riil. Puncaknya terjadi ketika konglomerasi besar lehmann bersaudara menemui titik ajal perusahaanya, akibat gelembung ekonomi yang terbangun dari jejaring utang yang menahun.
Tanda-tanda kehancuran ekonomi di amerika sebenarnya telah nampak sejak jauh hari sebulumnya.Masih terngiang ditelinga kita, ketika harga minyak dunia secara terus-menerus dari tahun 2005 mengalami kenaikan yang begitu dramatis dari level U$30 per barel menjadi U$147 per barel pada bulan Juli 2008 lalu.Lantas disusul dengan krisis Subrime Mortgage jilid I pada bulan Juli 2007, jilid II pada Januari 2008, dan puncaknya pada bulan September 2008.Ketika itu dunia perekonomian AS seakan-akan kiamat. Para pekerja ketakutan akan terjadinya pemutusan hubungan kerja. Pelaku usaha ketakutan kesulitan dalam mendapatkan kredit untuk usahanya. Pemerintah ketakutan terjadinya defisit perdagangan dan merosotnya pertumbuhan ekonomi. Kepercayaan bisnis dan konsumen pun berada pada titik terendah. Sektor keuangan dan perekonomian kini dipenuhi lembaga-lembaga keuangan dan korporasi raksasa yang secara teknis sudah bangkrut dan hidup dari suntikan besar dana pemerintah atau bank sentral.
Pada dasarnya Subprime mortgage merupakan kredit perumahan yang skema pinjamannya telah dimodifikasi sehingga mempermudah kepemilikan rumah oleh orang miskin yang sebenarnya tidak layak mendapat kredit. Tingkat bunga The Fed, sepanjang tahun 2002-2004 yang hanya sekitar 1-1,75 persen, membuat bisnis subprime mortgage dan perumahan booming. Tingginya bunga pinjaman subprime mortgage (pada saat bunga deposito rendah) menarik investor kelas kakap dunia (bank, reksadana, dana pensiun, asuransi) membeli surat utang yang diterbitkan perusahaan subprime mortgage.
Masalah sebenarnya muncul ketika The Fed, mulai Juni 2004, bertahap menaikkan bunga hingga mencapai 5,25 persen pada Agustus 2007, kredit perumahan mulai bermasalah akibat banyaknya nasabah yang gagal bayar. Dampaknya, banyak perusahaan penerbit SM rugi besar karena nasabahnya gagal bayar dan perusahaan SM tidak mampu membayar utang karena tidak dibayar nasabahnya. Terjadi banyak penyitaan rumah (1 dari 10 rumah di Cleveland, AS, dalam kondisi tersita). Investor institusi keuangan yang membeli surat utang SM rugi besar karena surat utangnya hanya bernilai sekitar 20 persen. Akibatnya, harga saham atau nilai aktiva bersih dari investor yang memiliki SM jatuh dan membuat investor rugi besar. Dan untuk menutupi kebutuhan likuiditas, mayoritas investor terpaksa menjual portofolionya, termasuk sahamnya, secara besar-besaran, di seluruh dunia yang mengakibatkan terempasnya pasar modal dunia.
.
Di Indonesia, hal ini mengakibatkan para investor asing tersebut menjual saham-sahamnya di Bursa Efek Indonesia karena mereka membutuhkan uangnya di negara masing-masing. Uang rupiah hasil penjualannya dibelikan dollar, yang mengakibatkan nilai rupiah semakin terpuruk. Menurunnya nilai tukar rupiah mengakibatkan biaya produksi di dalam negeri semakin meningkat karena hampir 70% menggunakan bahan baku impor, yang tentunya dibeli dengan mata uang dollar.
Hal ini akan mengakibatkan menurunnya tingkat produksi, penurunan produksi tentunya mengakibatkan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan, timbulnya pengangguran mengakibatkan daya beli masyarakat semakin menurun, dalam artian tingkat konsumsi menurun. Hal ini diperparah dengan kenaikan harga barang yang disebabkan biaya produksi yang semakin tinggi. Konsumsi menurun berarti tidak ada yang membeli barang-barang produksi yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik yang memperkerjakan buruh-buruh dan akhirnya perusahaan tersebut akan bangkrut.
Secara sederhana sumber pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh tingkat konsumsi, investasi, belanja pemerintah dan perdagangan luar negeri. Dalam krisis global sekarang ini tentunya pertumbuhan investasi yang diharapkan dari luar negeri maupun dalam negeri tidak bisa kita harapkan, karena penanam modal saat ini dalam posisi untuk survive. Tingkat konsumsi seperti yang telah disampaikan diatas semakin menurun. Perdagangan luar negeri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang bisa digunakan
Selain itu Pemecatan ini juga terjadi pada perusahaan-perusahaan yang terutama bergerak di bidang ekspor-impor, muara nya adalah lagi-lagi pengurangan jumlah pekerja yang berarti bertambahnya jumlah pengangguran.
Banyak perusahaan yang berbasis eksport sudah melakukan PHK ataupun merumahkan pegawainya akibat dari krisis global ini. Belum lagi sektor lain yang mempunyai keterikatan yang tinggi dalam menopang sektor eksport ataupun perusahaan hulu yang juga terkait pada perusahaan ekspor tersebut.Analisis Divisi Vibiz Research unit dari Vibiz Consulting melihat dengan adanya potensi peningkatan pengangguran tersebut maka akan membuat pengangguran meningkat menembus level 10 juta pada tahun ini. Berdasarkan data BPS jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 9,4 juta orang. Dimana komposisinya berdasarkan pendidikan adalah : Dibawah Sekolah Dasar (547 ribu), Sekolah Dasar (2,1 Juta), SMP dan sederajat (1,973 juta), SMA dan sederajat (3,81 juta), Diploma dan sederajat (362 ribu) dan Universitas dan sederajat (600 ribu). Sebagai solusi untuk menahan kenaikan pengangguran, pemerintah diharapkan mengucurkan sejumlah stimulus perekonomian untuk dapat menyerap jumlah pengangguran di Indonesia tahun ini ,namun dengan catatan stimulus yang dikeluarkan difokuskan pada sektor-sektor padat karya. Serta adanya inisiatif untuk mengadakan ekspor ke negara-negara yang relatif lebih aman seperti negara-negara di timur tengah. Hal ini sangat berguna untuk menjaga stabilitas perekonomian dalam negri.