Pembangunan gedung baru DPR kali ini mengandung kontroversi dari berbagai kalangan. Berbagai pendapat mengatakan bahwa pembangunan ini merupakan lagi-lagi adalah program pemborosan uang rakyat, di mana pembangunan ini membutuhkan dana mencapai Rp 1, 162 T. Dana ini dianggap tidak relevan untuk direalisasikan, mengingat pembangunan gedung baru ini dibangun dengan fasilitas kolam renang, kamar tidur, spa, dan masing-masing anggota DPR memiliki ruang pribadi yang dilengkapi dengan ruang tamu, kamar mandi, ruang istirahat, dan ruang rapat kecil.
Latar belakang pembangunan gedung DPR itu ada di Rencana Strategis DPR 2009-2014 pada halaman 55 pada point Indikator Kerja. Hal ini mengacu pada penambahan jumlah anggota DPR, sesuai dengan Undang-Undang Pemilu no 10 tahun 2008. Jumlah anggota DPR yang semakin banyak ini menyebabkan kebutuhan akan jumlah karyawan, staf ahli, atau cleaning service yang semakin banyak, sehingga gedung DPR kini terlihat ‘crowded’. Bentuk bangunan gedung DPR yang miring juga merupakan salah satu alasan mengapa pembangunan Gedung DPR tahap II. Masalahnya sekarang adalah apakah jumlah dana yang direncanakan itu tepat sasaran dan tepat guna? Apakah adanya gedung DPR yang baru dapat meningkatkan kinerja anggota parlemen secara maksimal? Sedangkan anggota parlemen masih mendapat citra buruk di mata masyarakat karena belum memaksimalkan kesejahteraan rakyat.
Prosedur pengajuan pembangunan gedung DPR ini dilaksanakan oleh Komisi I DPR, yakni Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), yang kemudian dibahas di rapat paripurna. Jika disetujui di rapat paripurna, maka dana ini bisa disetujui. Anggaran dana yang dibutuhkan untuk membangun gedung DPR adalah Rp 1,162 T. Anggaran ini bersumber dari APBN dan sah secara konstitusi. Anggaran ini belum termasuk anggaran untuk pengelolaan IT, pemeliharaan gedung, penyediaan peralatan, dan lain sebagainya. Untuk keseluruhan diprediksi mencapai Rp 1,168 T. Dana ini diestimasikan bisa membangun 12.000 gedung sekolah di Indonesia. Akan tetapi, mengapa dana untuk pembangunan yang mengundang kontroversi itu disetujui sangat cepat, sedangkan untuk dana pendidikan dan lain-lain terkesan agak lambat?
Penuhnya gedung DPR secara langsung dipengaruhi oleh keleluasaan masuk siapa pun yang tidak berhubungan dengan parlemen ke dalam gedung. Salah seorang mantan anggota DPR mengatakan bahwa banyaknya anggota DPR yang telat antara lain disebabkan penuhnya lift oleh broker asuransi, tukang kredit, dan lain-lain yang tidak berhubungan dengan parlemen yang memenuhi gedung. Penuhnya gedung sehingga menyebabkan cleaning service harus membersihkan gedung setiap saat. Keleluasaan ini antara lain karena sistem penjagaan yang kurang ketat.
Terkait dalam pembangunan, anggota DPR saat ini dipastikan belum tentu menikmati gedung baru yang mereka rencanakan saat ini. Oleh karena itu, mengapa mereka bersikukuh dalam pembangunan? Dikhawatirkan adanya insentif dalam proses pembangunan yang masuk ke kantong-kantong yang tidak bertanggung jawab jika pembangunan ini diteruskan. Ketua DPR Marzuki Alie secara langsung menyatakan bahwa ia tidak setuju secara pribadi, namun kalau dari kelembagaan, pembangunan ini penting, karena dananya sudah tersedia, dan khawatir diselewengkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Bahkan sejak 2005-2008 dihasilkan produk legislasi yang dihasilkan DPR 41 persennya undang-undang tentang otonomi daerah yang menyiratkan adanya pembagian kekuasaan di tingkat regional antar elite politik.
Pembangunan gedung DPR ini menimbulkan rasa ketidakpercayaan ‘distrust’ dari masyarakat. Lagi-lagi anggota DPR dianggap masyarakat tidak memikirkan kesejahteraan rakyat, mereka hanya memikirkan kepentingan dan kesenangan pribadi. Bahkan dengan kondisi gedung yang sekarang, kinerja anggota DPR masih belum mendapat nilai bagus di mata masyarakat. Alangkah baiknya, pembangunan DPR itu hanya pembangunan fasilitas seperlunya, sehingga tidak menghabiskan dana rakyat yang terlalu banyak, dan diperlukan peningkatan kinerja DPR dalam tugasnya sebagai wakil rakyat yang mewakili aspirasi dan suara rakyat.
Polkastrad BEM FEM IPB
No comments:
Post a Comment