Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai Sumber Daya Alam (SDA) yang
melimpah, mulai dari batu bara hingga bahan bakar nuklir berupa Uranium.
Banyaknya SDA tersebut merupakan modal awal bagi Indonesia untuk menyusun
berbagai strategi guna menguatkan ketahanan nasional. Namun ironisnya, seluruh
kekayaan alam kita malah digerus dan dibawa oleh pihak asing. Pemerintah dalam
hal ini justru tidak mampu menjamin ketersediaan energi bagi kebutuhan di dalam
negeri sendiri. Sehingga, ketahanan energi nasional menjadi sangat lemah dan
tidak memiliki daya tawar di dunia internasional.
Itulah
yang menyebabkan krisis energi yang selama ini digembar-gemborkan sesungguhnya
bukan karena persediaan energi yang tidak cukup. Atau pun cadangan persediaan
energi yang tinggal sedikit. Melainkan karena pengelolaan energi nasional yang
kurang baik. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, sumber persediaan dan
hasil energi di dalam negeri ini dijual ke luar negeri secara masif dan membabi
buta.
Pemerintah
lebih memilih menjualnya ke luar negeri, ketimbang di dalam negeri yang
harganya jauh di bawah pasar internasional. Padahal kita tahu banyak rakyat
miskin di negeri ini yang sangat membutuhkan minyak, gas, dan listrik untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan penerangan. Sepertinya
kondisi seperti ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada tindakan konkret dari
pemerintah untuk memperbaikinya, termasuk memperbaiki nasib rakyat kecil.
Sebagai
pemegang monopoli tata kenegaraan, khususnya di bidang energi, pemerintah
seharusnya wajib untuk memperbaiki nasib rakyat yang lebih baik. Pemerintah diharapkan
dapat menjamin kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat seperti minyak, gas, maupun
listrik. Masih banyak masyarakat
di daerah-daerah terpencil yang kesulitan dalam mengakses listrik. Bahkan di
sejumlah wilayah tertentu sama sekali belum teraliri listrik, karena baik alat
pembangkit maupun transmisi untuk mengaliri listrik belum ada.
Akibat kebijakan energi nasional yang serabutan itulah
menyebabkan krisis energi hampir di banyak wilayah di Nusantara. Begitu
ngawurnya kebijakan energi oleh pemerintah sampai-sampai Indonesia harus
mengimpor minyak dari luar negeri karena di dalam negeri sendiri kekurangan
minyak. Bahkan, kita telah menjadi net
importir komoditi tersebut. Dan yang lebih mencengangkan lagi, pemerintah
tidak langsung membelinya ke produsen minyak. Melainkan
pemerintah membelinya melalui pasar spot
(sejenis calo minyak), seperti membelinya ke Singapura.
Yang
menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa pengelolaan energi nasional
begitu lemah seperti ini? Apakah ada intervensi asing yang mendorong pemerintah
melakukan ini? Apakah ada kekuatan-kekuatan di dalam negeri seperti para
pengusaha tambang dan batu bara yang menekan pemerintah, yang menginginkan
untung besar tanpa harus membayar pajak? Ataukah ada aksi para spekulan seperti
yang selama ini diwacanakan oleh pemerintah, para pakar, dan juga para produsen
besar minyak dunia? Ataukah pemerintah yang tidak tahu cara mengelola energi
yang benar?
Pertanyaan-pertanyaan
di atas menggugah kita bahwa sesungguhnya memang ada yang salah dalam
pengelolaan energi nasional selama ini. Namun, pertanyaan yang paling akhir di
atas merupakan faktor yang paling kuat dalam menyumbang krisis energi di dalam
negeri. Apa sesungguhnya yang salah dalam pengelolaan energi kita?
Hal
ini kiranya patut untuk menjadi perhatian utama Pemerintah guna terwujudnya
kemandirian energi Indonesia yang ideal untuk terwujudnya ketahanan energi
Indonesia. Dimana ketahanan energi merupakan faktor penting untuk mewujudkan
ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
Selain
itu, dengan kebijakan energi yang baik, Indonesia justru mampu menjadi lumbung
energi dunia. Paradigma ketahanan energi nasional yang berfokus pada penyediaan
atau jaminan pasokan harus berubah dengan berkonsentrasi pada sisi permintaan.
Tidak mungkin pemerintah bisa menjamin pasokan energi jika tidak diimbangi
dengan kesadaran pelaku usaha dan masyarakat bahwa jumlah energi adalah
terbatas, sisi permintaan dari masyarakat inilah yang selama ini dilupakan
dalam perbincangan soal ketahanan energi.
Dengan
strategi energi nasional yang baik pula, pemerintah sebenarnya tidak perlu ragu
menaikkan harga BBM bersubsidi. Jika
digunakan tepat arah, dalam sepuluh tahun ke depan, bukan hanya sistem
transportasi umum massal yang bisa dibenahi dengan dana subsidi BBM. Berbagai
jenis infrastruktur pun bisa dibangun. Ditambah lagi, pemerintah bisa
mengendalikan konsumsi energi, mengembangkan energi terbarukan, dan mencegah
Indonesia dari krisis energi.
Abdul Hafizh Asri
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
Kondisi Energi
Nasional: Sebuah Masalah kah?
Peluang menjadi negara adidaya energi sudah dikantongi
oleh Indonesia mengingat sumber daya energinya yang melimpah dan beraneka
ragam, mulai dari minyak bumi, gas alam, batubara, hingga berbagai macam sumber
energi alternatif. Dengan energi
fosilnya saja, Indonesia sudah mampu menghasilkan 6 juta barel oil per hari.
Belum lagi potensi energi non-fosil Indonesia seperti panas bumi senilai 27 GW yang mencakup 40% potensi panas bumi dunia
serta potensi tenaga air yang setara 75
GW.
Seharusnya,
ketersediaan energi yang melimpah itu bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kesejahteraan rakyat. Namun, bagaimana faktanya saat ini? Indonesia justru
menjadi net importir energi,
pemanfaatan energi belum optimal, dan masih banyak lagi masalah dalam
pengelolaaan energi di Indonesia.
Salah
satu kondisi yang memprihatinkan adalah masih terbatasnya akses masyarakat
terhadap energi, sehingga sering terjadi kelangkaan dan ada daerah di Indonesia
yang belum mendapatkan pasokan energi secara cukup. Dari intensitas energi
Indonesia sebanyak 470 toe per juta US$ PDB, masyarakat Indonesia hanya
mendapat 0,467 toe per kapita. Hal itu sungguh ironis apabila dibandingkan
dengan Jepang yang intensitas energinya hanya 93 toe per juta PDB namun bisa
mengkonsumsi energi sebanyak 4,14 toe per kapita. Hal ini disinyalir
berhubungan erat dengan jalur akses energi di Indonesia yang masih terbatas.
Selain
itu, masalah lain yang juga kita hadapi adalah pangsa konsumsi BBM yang sangat
besar dibandingkan dengan sumber energi lainnya, yaitu mencapai 63% dari total
konsumsi energi. Apa akibatnya? Masyarakat menjadi BBM-centered, mereka sulit beralih ke energi alternative lainnya.
Hal itu merupakan sebuah masalah mengingat BBM adalah sumber daya yang tak
dapat diperbaharui dan cadangan minyak kita pun makin menipis. Imbas lainnya
adalah pembengkakan pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM yang menggerogoti
APBN kita.
Sebenarnya,
masih banyak lagi permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam hal keenergian,
antara lain: infrastruktur energi yang terbatas, harga energi belum mencapai
harga keekonomiannya, serta pemanfaatan energi yang belum efisien. Kondisi yang
seperti itu mengakibatkan pemanfaatan energi belum bisa optimal, pengembangan
energi alternative terhambat karena adanya subsidi BBM yang semakin membengkak
dan membebani APBN.
Oleh
karena itu, pemerintah seharusnya melakukan langkah-langkah konkrit guna
mengatasi hal itu. Dalam Blueprint Pengelolaan
Energi Nasional Tahun 2005-2025 sesuai Perpres No 5 Tahun 2006, pemerintah
sudah mencanangkan beberapa program pengembangan guna memperbaiki kondisi
keenergian di Indonesia melalui berbagai kebijakan yang terfokus pada
penyediaan energi, pemanfaatan energi secara efisien, serta kebijakan pendukung
yang mencakup pembenahan infrastruktur energi, penggiatan penelitian dan
pengembangan yang lebih intensif, dan lain sebagainya.
Sudah
tepatkah langkah-langkah yang diambil pemerintah itu? Bagaimana outcome dari strategi-strategi
pemerintah tersebut? Kita belum tahu. Tetapi, sebagai mahasiswa, kita harus
terus mengawal penyelenggaraan pengelolaan energi nasional dengan bersikap
kritis, bukannya apatis. Kita pun turut mengawal agar strategi yang dicanangkan
oleh pemerintah itu berhasil menjadi langkah konkret guna mewujudkan tata
kelola energi yang lebih baik dan mengarah pada kesejahteraan rakyat, bukan
hanya wacana yang tertuang dalam konstitusi namun praktiknya tidak efektif atau
bahkan tidak ada.
Sumber: Blueprint
Pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN) 2005-2025
Nurul
Wakhidah
Departemen
Kajian Strategis BEM FEB UGM
Peran
Pemerintah Dalam Pengelolaan Sumber Daya dan Energi
Setiap
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak bisa lepas dari ketersediaan
sumber daya alam, baik berupa udara, air, tanah, dan sumber daya alam lainnya
termasuk sumber daya alam yang dapat dan tidak dapat diperbaharui. Namun
demikian, harus kita sadari bahwasannya sumber daya alam yang selama ini kita
nikmati memiliki keterbatasan dalam banyak hal, seperti keterbatasan dalam segi
kuantitas, kualitas, ruang, dan waktu. Oleh karena itu manusia dituntut untuk
menggunakan dan mengelola sumber daya alam secara efektif dan efisien demi
keterlanjutan sumber daya di masa mendatang. Lingkungan serta manusia merupakan
dua hal yang memiliki keterikatan yang sangat erat. Hal ini dapat kita lihat dan
kita tentukan bahwasannya perilaku manusia itu dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi lingkungan dimana manusia itu hidup dan tinggal. Sebagai contoh adalah
bagaimana sumber daya alam seperti air, udara, dan tanah menentukan aktivitas
manusia sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup tanpa adanya udara, air, tanah,
dan sebagainya. Sebaliknya pula adalah bagaimana kondisi suatu lingkungan itu
dipengaruhi oleh perilaku manusia. Sebagai contoh adalah kerusakan alam yang
dilakukan oleh manusia baik melalui kegiatan eksploitasi secara besar-besaran,
pencemaran lingkungan oleh limbah pabrik, dan lain-lain sehingga menyebabkan
kondisi alam yang rusak parah dan akhirnya merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat
terhindarkan dari pengelolaan serta penggunaan sumber daya alam. Namun kegiatan
eksploitasi sumber daya alam yang tidak mengindahkan kemampuan serta daya
dukung dari lingkungan tersebut mengakibatkan kerusakan pada lingkungan, serta
merosotnya kualitas dari lingkungan tersebut. Banya sekali faktor yang dapat
menyebabkan merosotnya kualitas lingkungan yang dapat kita identifikasi dari
pengamatan di lapangan. Hingga saat ini peran pemerintah khususnya dalam
pengelolaan sumber daya alam seperti mengatasi permasalahan lingkungan baik yang berupa pencemaran dan
sebagainya belum sepenuhnya terealisasikan dengan baik dan konsisten.
Dalam meningkatkan kualitas sumber
daya alam di negara Indonesia, kita tidak hanya melempar tanggung jawab kepada
pemerintah saja. Artinya kita tidak boleh menjadikan masalah sumber daya alam
sebagai beban yang harus di selesaikan oleh pemerintah saja, melainkan harus
ada kerja sama yang sistematis dan progresif antara pemerintah dengan masyarakat.
Pemerintah sebagai lembaga formal tertinggimengatur tata kelola persediaan SDA
yang ada di Indonesia menjadi hal yang penting sebagai landasan menjaga
keseimbangan dimasa yang akan datang, dengan menetapkan kebijakan serta UU yang
tepat agar tercapainya pengelolaan SDA yang berkelajutan.Memang
bahwasannya peranpemerintahini khususnya peran dari Menteri Negara Lingkungan
Hidup sebagai perwakilan dari pemerintah dalam hal ini masih dirasa sangat
kurang, selain kebijakan dan peraturan yang masih kurang jelas serta belum
fokusnya pemerintah dalam menjaga keutuhan serta penggunaan sumber daya yang
efektif dan efisien guna mensejahterakan masyarakat. Dari
penjelasan di atas sebaiknya peran pemerintah tidak hanya sebagai pembuat
kebijakan (legislatif) dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal yang
seharusnya dilakukan pemerintah :
- Melakukan pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta memberikan dana bagi institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi tersebut. Misalnya teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
- Mengajak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA untuk ikut serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan corporate sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap eksploitasi SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan melakukan CSR.
- Mengkampayekan Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada tempatnya, tentunya dengan memberikan sanksi yang tegas bagi para pelanggar (tanpa pandang levelitas).
- Mensosialisasikan dengan tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
- Meningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti pengetahuan serta keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program CSR.
Dan sebagai masyarakat kita juga harus menjaga
kelestarian sumber daya yang kita miliki, hal ini dikarenakan kita tinggal dan
hidup dengan lingkungan sehingga berbagai perilaku yang kita lakukan kepada
lingkungan akan berdampak kepada diri kita sendiri. Dan juga sebagai aktor yang
secara langsung lebih mengetahui kondisi lingkungan serta sumber daya alam
dibandingkan dengan pemerintah, kita memiliki beban serta tanggung jawab yang
sama dalam merawat dan menjaga keutuhan serta kualitas sumber daya agar
penggunaan sumber daya dapat terus berkelanjutan.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa negara kita
merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Namun yang menjadi
permasalahan dan ironi selama ini adalah bahwa kekayaan alam yang kita miliki
tidak mampu mensejahterakan masyarakat. Padahal semua kekayaan itu seharusnya
menjadi kedaulatan pemerintah untukdigunakan sebesar-besarnya demi
mensejahterakan masyarakat. Faktanya kekayaan alam dan energi kita dikuasai
oleh asing, sehingga hanya segelintir pemilik modallah yang hanya menikmati
kekayaan alam kita. Belum lama ini kita juga mendengar bahwasannya presiden
kita memberikan pidato mengenai inpres dalam penghematan sumber daya dan
energi. Yang jadi permasalahan adalah mengapa kita harus menghemat penggunaan
energi kita sedangkan energi tersebut adalah milik kita. Banyak yang berargumen
dan berpendapat bahwa inpres yang selama ini disampaikan oleh presiden kita
merupakan pelemparan tanggung jawab kepada rakyat atas kegagalan pemerintah
mengelola sumber daya dan energi.
Penyebab utama mengapa negara kita tidak mampu
berdaulat atas sumber daya energi adalah dikarenakan kesalahan dalam model yang
dianut oleh pemerintah kita saat ini dalam mengelola sumber daya energinya.
Banyak dari kita yang tidak sadar bahwasannya pemerintah kita menganut sistem
ekonomi kapitalis. Sistem kapitalisme merupakan sistem yang menggunakan ide
kebebasan, sehingga kepemilikan sumber daya energi bebas dimiliki oleh siapapun
yang memiliki modal besar. Jika sumber daya kita sudah dimiliki dan dikuasai
oleh mereka, baik individu maupun swasta maka kekayaan akan menumpuk pada
kelompok bermodal atau kaum kapitalis. Inilah mengapa kemiskinan di Indonesia
tidak pernah terselesaikan. Dampak dari sistem kapitalis ini juga adalah peran
pemerintah dalam intervensi pengelolaan sumber daya energi, sehingga
perekonomian diserahkan seluruhnya oleh mekanisme pasar. Pemerintah selalu
beranggapan bahwa negara kita kekurangan modal, sehingga butuh kerja sama
dengan pihak asing atau pemilik modal dalam mengelola sumber daya energi di
Indonesia. Faktanya adalah bahwa negara kita tidak pernah kekurangan modal. Hal
ini dibuktikan dari selalu adanya sisa anggaran yang tidak terserap dalam suatu
periode. Dan besar sisa anggaran tersebut mencapai hingga Rp90 Trilliun dalam
tiap periodenya, lalu kemanakah uang tersebut??? . Oleh karena itu salah besar
jika pemerintah kita mengatakan bahwa negara kita mengalami defisit dan
kekurangan modal. Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa pemerintah kita berada
dibawah tekanan asing untuk membuka keran investasi seluas-luasnya. Inilah
model penjajahan baru yang dilakukan oleh negara kapitalis terhadap negara
berkembang seperti negara kita. Penjajahan model baru yaitu dengan
mengintervensi perundang-undangan serta sistem politik supaya bagaimana
undang-undang di Indonesia mampu menguntungkan mereka dan mampu meliberalkan
perekonomian di negara kita.
Memang sulit
untuk lepas dari sistem penjajahan ini, namun bukan tidak mungkin untuk
dilakukan. Selain membutuhkan ideologi yang kuat dan berani untuk lepas dari
penjajahan asing, kita juga harus sadar dan paham akan dunia politik yang saat
ini terjadi. Dan nantinya kita bisa mengusir pihak asing dengan menegosiasikan
kembali kontrak yang sudah ada, dan kalau bisa kita harus memutuskan kontrak
dengan mereka. Kita sudah tidak memiliki waktu yang panjang untuk terus
merasakan penderitaan masyarakat yang tidak pernah merasakan sumber daya
energinya sendiri. Kita tidak bisa lagi menunggu hingga gunung-gunung di Papua
dieksploitasi oleh PT Freeport, dan lain-lain. Pemerintah kita harus berani
melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing di Indonesia
seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah Venezuela dan Bolivia. Dan hal itu
sangat mungkin untuk dilakukan karena dampak dari pemutusan kontrak hanyalah
kepada stakeholder dari perusahaan tersebut dan tidak berdampak pada mayoritas
masyarakat dari negara asal corporate tersebut. Oleh karenanya pemerintah harus
berani dan tegas kepada pihak asing dan kapitalis jika ingin memiliki
kedaulatan atas sumber daya energi di negara ini.
Fikri Dzikrian
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
Pengelolaan Potensi Panas Bumi
oleh Pemerintah
Pengelolaan sumber energi
oleh pemerintah terlihat belum merata. Sumber energi minyak dan gas menjadi
prioritas sumber energi dengan intensitas pengelolaan paling tinggi. Padahal
pada kenyataannya, Indonesia merupakan negara yang kaya akan beragam sumber
energi terbarukan, seperti energi air, energi angin, energi surya, biomassa,
dan panas bumi (geothermal). Apabila pemanfaatan sumber energi terbarukan
diolah dengan lebih bijak oleh pemerintah, akan muncul beberapa benefit yang
cukup signifikan. Pertama, sumber energi terbarukan akan lebih ramah lingkungan,
sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca CO2 dan kerusakan
lingkungan akibat dari eksploitasi yang terjadi saat menggunakan sumber energi
dari fosil. Kedua, penggunaan jenis energi ini akan dapat menghemat devisa
negara yang keluar untuk membiayai impor bahan bakar minyak yang semakin tinggi
karena menipisnya sumber energi fosil yang ada.
Jika berbicara mengenai
sumber energi terbarukan, jangan lupakan sumber energi panas bumi di dalamnya.
Indonesia, sebagai negara yang berlimpah sumber daya alam, sangat kaya akan
potensi sumber panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia merupakan yang
terbesar di dunia dan mencapai 29.038 Mw,
menurut Badan Geografi tahun 2010. Dari potensi sebesar itu, baru 5 % atau sekitar
1.226 Mw yang telah dimanfaatkan pemerintah melalui pembangkit tenaga listrik
tenaga panas bumi (PLTP). Kurangnya perhatian pemerintah terhadap potensi ini
juga terlihat dari blueprint
Pengelolaan Energi Nasional 2002-2025 sebagai penjabaran dari Peraturan
presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Berdasarkan blue
print tersebut energi panas bumi hanya diharapkan berkontribusi sebesar 16 Gw pada
tahun 2025. Dengan tingkat elektrifikasi 70%, sumber energi terbarukan
seharusnya lebih dikembangkan oleh pemerintah untuk dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat akan listrik dan melepaskan ketergantungan akan sumber energi
fosil/tak terbarukan. Pengembangan ini dapat dilakukan pemerintah dengan
penyempurnaan tata kelola di sisi hulu maupun pemanfaatan energi panas bumi di
sisi hilir.
Perlu adanya harmonisasi
antara peraturan serta kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
sehingga sumber energi geothermal ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh rakyat
Indonesia tanpa adanya tumpang tindih yang justru melemahkan manfaatannya. Peraturan ataupun kebijakan tersebut haruslah
mencakup sisi hulur dan juga hilir.
Untuk sisi hilir, pemerintah
harus mampu mendorong perniagaan dari energi panas bumi, salah satunya melalui
pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Usaha yang bisa dilakukan diantaranya melalui insentif tarif harga,
fasilitas kemudahan fiskal, dan dukungan perbankan. Dalam sektor industri,
pemerintah diharapkan mampu mengembangkan industri-industri lokal dalam
pengelolaan energi panas bumi ini.
Untuk mewujudkan
pengembangan industri dalam negeri dalam pengelolaan panas bumi, melalui Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pemerintah menetapkan Program
Prioritas Nasional Pemerintah di bidang energi yang tercantum dalam Peraturan
Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang RPJMN 2010-2014, yaitu Pengembangan Teknologi
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Skala Kecil.
Dalam hal ini, pemerintah
mengusahakan pengembangan PLTP berkapasitas 5 Mw dengan mendorong industri
manufaktur dalam negeri untuk meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri
(TKDN). PLTP sakala kecil ini diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan daerah yang kaya sumber panas bumi, namun masih
menggantungkan sumber listriknya dari energi fosil, seperti di NTB, NTT,
Maluku, dan Maluku Utara. Pada daerah-daerah tersebut, PLTD (Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel) merupakan sumber pembangkit listrik utama dengan total kapasitas
mencapai 200 Mw. Dengan adanya program ini, PLTD pun disubstitusi dengan PLTP
skala kecil sehingga mampu menghemat penggunaan BBM lebih dari Rp1,1
triliun/tahun. Keberhasilan pengembangan ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan PLTP skala kecil di Indonesia yang sangat tinggi.
Pemerintah melalui BPPT
(Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) juga sedang mengembangkan PLTP skala
kecil berkapasitas 3 Mw dimana seluruh proses pembangunan sampai dengan
komponennya dilakukan secara masimal di dalam negeri. Pembinaan terhadap
industri manufaktur oleh pemerintah juga diharapkan akan mampu memberikan multiplier effect dalam pengembangan
industri komponen skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang merupakan
kluster industri besar tersebut.
Selain dilakukan secara
mandiri, pemerintah juga melakukan kerjasama dengan pihak negara lain, seperti
Jerman dan Selandia Baru untuk mengembangkan potensi panas bumi ini. Melalui
kerja sama dengan pihak Jerman, PLTP mengembangkan binary cycle dengan kapasitas maksimum 1 Mw sistem modular melalui
tahapan pengembangan prototipe PLTP binary cycle 2 Kw dan pilot plant PLTP binary cycle 100 Kw. Sedangkan kerja sama dengan pihak Selandia
Baru yang dilakukan tanggal 17 April lalu, meliputi
- Pembangunan laboratorium panas bumi yang dioperasikan secara bersama,
- Penelitian bidang geologi, geofisika dan cadangan regional bersama,
- Bantuan implementasi acid brine treatment di lapangan Lahendong,
- Bantuan peningkatan kualitas SDM PT. PGE yang meliputi pelatihan dan pendidikan lebih lanjut di Universitas Auckland, dan
- Memfasilitasi kerjasama antara perusahaan panas bumi Indonesia dengan Selandia Baru.
Kedepannya,
diharapkan Indonesia mampu memanfaatkan energi panas bumi sampai kapasitas
12.000 Mw. Selain itu, target pembauran energi sebesar 25 % pada tahun 2025
juga menjadi dorongan bagi pemerintah melalui Kementrian ESDM untuk terus melakukan
upaya untuk mencapai target tersebut.
Luluk Permata Sari
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
No comments:
Post a Comment