Friday, April 6, 2012

Kenaikan BBM Bersubsidi Ditunda, Perbaikan Sektor Pendidikan Ikut Tertunda?

Education is a better safeguard of liberty than a standing army -
Edward Everett

Rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per 1 April 2012 kandas sudah paska keputusan pada Sidang Paripurna di DPR 31 Maret 2012 yang lalu. Meskipun tak sedikit yang menganggap bahwa kenaikan BBM bersubsidi ini dinilai wajar dan harus dilakukan tetapi ternyata kepentingan politis lebih unggul di atas kepentingan ekonomi rakyat sekalipun. Bisa jadi kenaikan BBM bukanlah solusi terbaik di antara opsi-opsi lain yang berpeluang diambil, namun tetap saja drama di ruang kehormatan itu seakan hanyalah pencitraan semata yang dilakukan para elit politik menuju pesta demokrasi 2014. Sebenarnya, alasan pemerintah sendiri mengurangi subsdi BBM ialah karena peruntukkannya yang tidak tepat sasaran dan kenyataan harga minyak dunia yang terus meroket. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan APBN dari defisit anggarannya yang bisa melampaui lebih dari tiga persen dan berarti melanggar konstitusi.

Dampak yang ditimbulkan pasca kenaikan BBM nantinya tentunya akan cukup serius. Mengingat kondisi perekonomian beberapa bulan ke depan tidak bisa diprediksi secara mendetil. Melihat fakta harga minyak dunia yang terus melambung, pemerintah bisa menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sesuai pasal 7 ayat 6a jika selisih antara realisasi harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) dengan asumsi sebesar 15 persen pada enam bulan terakhir. Sekarang ini, rata-rata realisasi ICP dalam enam bulan terakhir masih sekitar 11 persen. Berikut penuturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik.

Terlepas dari berbagai kemungkinan yang ada, cobalah kita telaah dampak kenaikan BBM bersubsidi nantinya terhadap sektor pendidikan. Pemerintah telah menyepakati beberapa paket kompensasi paska kenaikan sebesar Rp 25,6 triliun. Perinciannya, bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) Rp 17,08 triliun, bantuan pembangunan infrastruktur pedesaan Rp 7,88 triliun, dan tambahan anggaran program Keluarga Harapan Rp 591,5 miliar. Dengan penundaan kenaikan BBM bersubsidi, program kompensasi sejumlah Rp 25,6 triliun belum bisa dicairkan dan akan direalokasikan pemerintah untuk menyubsidi BBM. Lantas bagaimana nasib perbaikan pendidikan di Indonesia yang masih terkatung-katung? Apakah harus menunggu naiknya BBM bersubsidi baru kemudian mendapat tambahan “cipratan” anggaran? Jutaan anak-anak masih menggantungkan nasibnya pada negara alias tidak memiliki jaminan cukup biaya menempuh pendidikan. Ibaratnya, sudah terbebani dengan biaya hidup, masa depan juga harus digadaikan. Padahal, di pundak merekalah harapan bangsa ini tumbuh nantinya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memutuskan menunda penambahan jumlah penerima dana Subsidi Siswa Miskin (SSM) akibat penundaan dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Demikian disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh. Tahun ini, Kemendikbud berencana menambah jumlah penerima subsidi siswa miskin dari 6 juta siswa menjadi 14 juta siswa. Jumlah itu dengan 12 persen jumlah siswa miskin di Indonesia. Ada penambahan jumlah penerima yang ditunda tetapi bukan dibatalkan. Penundaan itu bergantung pada kenaikan harga BBM bersubsidi.

Menurut sumber yang sama, kenaikan besarannya, untuk siswa sekolah dasar, pemerintah menaikkan dari Rp 360 ribu menjadi Rp 450 ribu per siswa per tahun. Untuk siswa sekolah menengah pertama, dari Rp 550 ribu menjadi Rp 750 ribu. Untuk siswa sekolah menengah atas, dari Rp 780 ribu menjadi Rp 1 juta. Dan untuk mahasiswa, dari Rp 12 juta menjadi Rp 13,67 juta. Selain itu, kompensasi dari subsidi BBM seharusnya juga diprioritaskan untuk infrastruktur pendidikan, yaitu pembangunan sekolah dan fasilitas sekolah serta beasiswa pendidikan tinggi bagi anak yang berprestasi.

Angka-angka di atas memang terlihat manis di kertas dan sangat mungkin berbeda dengan fakta di lapangan nantinya. Kenaikan BBM bersubsidi barang pasti juga akan meningkatkan biaya pendidikan terutama pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi. Masyarakat ekonomi rendah akan sulit untuk melanjutkan pendidikan karena terbatasnya pendapatan sementara harga-harga terus merangkak naik. Fasilitas sekolah yang tidak memadai serta bangunan sekolah yang rusak juga masih sangat banyak. Belum lagi proporsi jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah penduduk di beberapa daerah. Kebijakan pemerintah dengan memberikan dana bantuan operasional sekolah (BOS) sebenarnya sudah tepat, sayangnya para pelaksana di tingkat yang lebih rendah masih saja bertindak tidak pantas dengan menyelewengkannya. Belum lagi adanya pungutan liar yang bersebrangan dengan Peraturan Menteri No. 60/2011 terkait dengan larangan melakukan pungutan di jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) negeri untuk biaya operasional dan investasi.

Subsidi yang luar biasa besar itu ketika digunakan untuk sektor pendidikan tentunya akan sangat bermanfaat bagi rakyat. Dana penghematan tersebut bahkan mampu membuat program pendidikan gratis yang tidak hanya sembilan tahun tetapi dua belas tahun seperti amanat undang-undang. Kontradiktif, pernyataan optimisme ini sebaliknya dapat menjadi bumerang jika melihat ternyata masih banyak kepentingan-kepentingan gelap di balik kebijakan pengurangan subsidi BBM. Ditambah lagi, sektor pendidikan adalah lahan sejuk bagi para koruptor di negeri ini, bahkan di tingkat terbawah sekalipun. Untuk itu, perlu dipersiapkan berbagai langkah dan strategi agar dampak kenaikan harga BBM di sekor pendidikan dapat diminimalisasi.

Apabila nantinya program-program tersebut benar-benar bisa terlaksana, harapannya dukungan datang dari kita pula sebagai masyarakat. Tanggung jawab terhadap pendidikan sesungguhnya milik kita bersama meskipun kekuasaan ada di tangan pemerintah. Perbaikan sektor pendidikan bukan lagi hal yang bisa ditunda-tunda sebab harus dilakukan sekarang juga. Negeri ini merindukan generasi emas yang akan memimpin perjalanan bangsa yang penuh tantangan. Berawal dari pendidikan sebagai pelabuhan anak-anak Indonesia sebelum nantinya lepas ke lautan samudera. Jika masih ada yang meragukan pentingnya pendidikan dan bahkan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi dan golongan, sesungguhnya merekalah yang sebenarnya membutuhkan ”pendidikan”.


Departemen Kajian Strategis

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB 2012

Tuesday, April 3, 2012

KENAIKAN HARGA BBM DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERBAIKAN TINGKAT PENDIDIKAN DI INDONESIA

Seperti yang kita tahu kenaikan harga bensin dan solar sebesar Rp1.500 menjadi Rp6.000 tiap liter pada 1 April oleh pemerintah tampaknya tidak disambut dengan baik oleh masyarakat. BBM atau bahan bakar minyak yang merupakan salah satu jenis bahan bakar yang digunakan secara luas di era industrialisasi memang sangat mempengaruhi perekononomian di negeri ini sehingga apabila harga BBM mengalami kenaikan harga maka kenaikan tersebut sering memicu terjadinya kenaikan pada harga barang-barang lainnya seperti tarif angkutan umum, sembako dan bisa juga tarif listrik sehingga selalu ditentang masyarakat. Padahal kita perlu tahu bahwa pemerintah mengalami defisit anggaran sebesar Rp 124 triliun akibat perkiraan harga minyak dalam APBN tahun 2012 sebesar USD90 per barrel ternyata telah mencapai USD124.

Kita semua perlu tahu bahwa harga minyak mentah sendiri jika diasumsikan harga minyak seharga 90 USD per barrel ( sekarang harga minyak 124 USD per barrel) dan 1 USD sama dengan Rp 8.800 maka perkiraan harga minyak mentah Indonesia Rp 4.981 per liter. Sementara rmenurut Menteri ESDM, Jero Wacik, untuk mengubah minyak mentah menjadi bensin premium dan untuk menyalurkannya sampai ke SPBU (pompa bensin) diperlukan biaya kira-kira Rp 3.019 per liter. Dengan asumsi tersebut perkiraan harga pokok dan biaya distribusi bensin premium adalah Rp 8.000 per liter. Agar tidak memberatkan rakyat Indonesia, bensin premium dijual bukan dengan harga Rp 8.000 namun lebih murah yaitu Rp 4.500 per liter. Artinya untuk setiap liter ada selisih harga sebesar Rp 3.500 yang ditanggung oleh negara. Bahkan, walupun nantinya BBM dinaikkan sebesar Rp 6.000 pemerintah masih tetap mensubsidi BBM tersebut yang harga aslinya sudah mencapai Rp 8.000 lebih dengan biaya sebesar Rp 137 triliun menurut rancangan APBN 2012. Yang lebih parah, subsidi BBM saat ini justru dinikmati oleh golongan kelas menengah yang notabene masuk ke dalam kategori mampu. Tercatat sekitar 70% penikmat BBM bersubsidi ialah golongan menengah ke atas, 3% angkutan umum, 4% angkutan barang dan sissanya baru rakyat kecil. Oleh karena itu lah, kenaikkan harga BBM memang harus dihadapi demi penyesuian APBN terhadap harga minyak dunia yang terus berfluktuatif.

Harga BBM di negara lain pun untuk saat ini jauh lebih mahal dibandingkan harga BBM di Indonesia. Untuk saat ini harga BBM di Indonesia termasuk di urutan nomor tujuh dalam jajaran negara dengan harga BBM termurah di dunia. Indonesia juga merupakan negara importir minyak yang masih mensubsidi harga BBM secara besar – besaran. Bahkan dibandingkan dengan negara lain yang GDP-nya lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia seperti Vietnam, dan Timor Leste harga BBM di Indonesia masih lebih murah. Ini membuktikan walaupun mungkin kenaikan harga BBM akan menyengsarakan masyarakat dampaknya hanya terasa secara jangka pendek bukan jangka panjang.

Banyak langkah - langkah lain yang bisa dilakukan dengan dana subsidi BBM tersebut, seperti memberikan banyak insentif kepada Pertamina agar bisa menjadi penyedia BBM yang lebih baik seperti yang dilakukan oleh Brazil dengan Petrobras-nya, Norwegia dengan Statoil-nya, ataupun Malaysia dengan Petronas-nya sehingga dengan cukupnya BBM yang diproduksi sehingga harganya bisa lebih terkontrol oleh pemerintah . Untuk rakyat sendiri pemerintah dapat mengalihkan dana subsidi BBM tersebut untuk bantuan langsung tunai, pembangunan infastruktur, dan juga pengembangan teknologi bahan bakar alternatif seperti BBG. BBG sendiri ialah bahan bakar yang berasal dari gas yang sangat menjanjikan. Dengan harga sekitar 3100 rupiah per liter, bahan bakar ini lebih irit dan ramah lingkungan. Di negara tetangga seperti Malaysia dan Iran, pertumbuhan kendaraan BBG masing-masing 116,2 persen dan 24.426 persen. Sementara kendaraan yang menggunakan BBG di Indonesia per tahun tercatat minus 3,3 persen. Tidak hanya jumlah kendaraan yang timpang, jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas pun sama halnya. Jumlah SPBG di Indonesia tahun 2010 tercatat 9 tempat, sementara di Malaysia 159 lokasi dan Iran 1.574 lokasi. Langkah – langkah diatas memang akan efektif untuk membantu mensejahterakan masyarakat akibat kenaikan harga BBM akan tetapi, dari semua langkah tersebut yang paling bermanfaat ialah mengalihkan dana tersebut untuk pendidikan.

Saat ini, anggaran untuk pendidikan ialah 20 persen dari APBN sebesar Rp 266,9 triliun pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 akan naik sebesar Rp 286,6 triliun. Jika dilihat sekilas memang angka tersebut cukup besar. Tapi jika diteliti, jumlah ini jauh tertinggal dibanding negara lain. Di Australia sebanyak 46 persen dari APBN, Malaysia 26 persen, Singapura 32 persen, dan Amerika hingga 68 persen.Dana 20 persen itu ternyata juga mencakup anggaran untuk gaji para guru yang jumlahnya juga tidak sedikit. Jelas, dana yang dianggarkan tidak akan mencukupi untuk menutup semua kebutuhannya. Sudah sering kita di televisi banyak sekolah yang roboh, gaji guru honorer yang tidak dibayar – bayar, rakyat kecil yang tidak bisa bersekolah karena tidak punya biaya,penggunaan media belajar yang rendah, buku perpustakaan yang tidak lengkap, laboratorium yang tidak standar serta penggunaan teknologi yang tidak memadai dan permasalahan lainnya. Menurut survey dari UNDP pada tahun 2007, Human Development Index (HDI)Indonesia berada di posisi 6 di bawah Singapura, Brunei, Thailand, Malaysia, Filipina dan bersaing ketat dengan vietnam. Sementara berdasarkan Human Development Reports (HDR) Pada tingkat ASEAN tahun 2010, pengeluaran total (masyarakat dan pemerintah) Indonesia terhadap pendidikan (dinyatakan sebagai persentase dari PDB) hanya sebesar 3,5% dan pengeluaran total (pemerintah dan masyarakat) Indonesia terhadap kesehatan (dinyatakan sebagai persentase dari PDB) sebesar 1,2%. Kondisi ini jauh di bawah Vietnam (5,3% dan 2,8%), Thailand (4,9% dan 2,7%), Malaysia (4,5% dan 1,9%), dan Brunei Darussalam (3,7% dan 1,9%). Dari data tersebut kita bisa tahu betapa parahnya keadaan pendidikan di Indonesia.

Ketidakmampuan rakyat Indonesia untuk mengakses pendidikan dasar terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005 yang mencatat sekitar 15,04 juta penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun belum mampu membaca dan menulis. Angka putus sekolah pun meningkat tercatat satu juta anak yang tidak dapat melanjutkan ke SLTP dan 2,7 juta anak SLTP yang tidak dapat melanjutkan sekolah. Memang saat ini sudah ada yang namanya BOS (Bantuan Opersional Sekolah) ataupun beasiswa bidik misi yang cukup dirasa meringankan, tetapi keberadaannya kurang merata dan kurang banyak. Sudah selayaknya dana BOS dinaikkan, jumlah kuota mahasiwa bidik misi juga diperbanyak, serta kualitas dan kesejahteraan para tenaga pengajar juga ditingkatkan. Akan tetapi jika dana 20 persen tersebut kurang, darimana lagi pemerintah akan mendapatkan dana tambahan? Jawabannya ialah dana subsidi BBM tadi.

Bayangkan jika sektor pendidikan mendapat dana tambahan sebanyak ratusan triliun lebih, pastinya jika pemerintah menggunakannya dengan jujur tidak akan kita lihat lagi sekolah – sekolah yang roboh, rakyat kecil yang tidak bisa sekolah serta demo tenaga – tenaga pengajar honorer. Dana tersebut merupakan suntikan yang besar bagi sektor pendidikan dan akan mencukupi sebagian besar kebutuhan di sektor pendidikan, kalau tidak semua kebutuhan. Rata-rata gaji guru sebesar Rp 1,5 juta juga guru bantu yang hanya Rp 460 ribu perbulan dan guru honorer Rp 10 ribu per-jamnya jelas bisa ditingkatkan. Naiknya kesejahteraan jelas berpengaruh bagi kualitas para tenaga pengajar tersebut. Sekolah – sekolah yang berada di daerah – daerah terpencil akan berstandar nasional dan itu bukanlah mimpi. Dana tersebut juga bisa digunakan untuk melengkapi buku – buku di perpustakaan, mengadakan studi banding bagi tenaga pengajar di Indoensia ke luar negeri dan mendatangkan tenaga pengajar asing yang berkualitas ke Indonesia.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena tingkat kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat pendidikannya. Dengan adanya tingkat pendidikan yang tinggi, suatu bangsa pasti akan menciptakan SDM – SDM yang berkualitas dan dapat memajukan suatu bangsa tersebut. Kita bisa melihat apa yang dilakukan Jepang ketika Perang Dunia ke -2 dimana pada saat itu salah satu kota di Jepang Hiroshima dibom dan siapa yang diprioritaskan untuk diselamatkan oleh kaisar Hirohito? Jawabannya ialah serorang guru, itu membuktikan komitmen Jepang terhadap pendidikan dan bisa kita lihat sekarang Jepang menjadi bangsa terdepan di bidang teknologi. Inilah manfaat pendidikan, dampaknya akan terasa lama tetapi impact-nya sangat besar. Mungkin kenaikan harga BBM tadi cukup memberatkan bagi masyarakat saat ini, akan tetapi jika melihat fakta – fakta di atas tentang pendidikan, pengalihan dana subsidi BBM untuk pendidikan akan jauh lebih bermanfaat dan masyarakat pasti akan menerimanya apabila pemerintah melaksanakan amanahnya dengan baik karena pendidikan merupakan investasi yang sangat tinggi nilainya. Seperti kata Vladimir Lenin, “Pendidikan ialah senjata, berhemat-hematlah berekonomi dalam hal apa pun, kecuali untuk pendidikan”.

Kementrian Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB Unpad