Thursday, October 27, 2011
Korupsi, Ancam Ketahanan Ekonomi Indonesia Menghadapi Krisis Ekonomi Dunia
Ketahanan ekonomi Indonesia saat ini bagi sebagian pengamat ekonomi dan juga lembaga international dianggap sudah cukup kompeten dalam menghadapi hantaman badai krisis global yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga 5-7 tahun ke depan. Tetapi bekal yang dirasa cukup ini masih mungkin terancam untuk tergerus dan hilang karena tindak korupsi yang masih tetap marak terjadi di Indonesia. Korupsi ini memberikan dampak yang sangat berbahaya karena efek negatifnya akan menimbulkan sebuah multiplier efek bagi perekonomian secara luas. Untuk menjelaskan beberapa dampak itu maka implikasi-implikasi ini idealnya akan lebih mudah dicerna jika dijabarkan dalam beberapa bagian.
Tingkat Investasi
Mencoba untuk menganalisa dampak korupsi mulai dari permukaan, maka hal dasar yang bisa terlihat ialah turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Turunnya kepercayaan publik akan berimplikasi pada turunnya kepercayaan pelaku ekonomi terhadap kebijakan ekonomi yang dikeluarkan untuk memberikan regulasi pada pasar. Kemudian turunnya tingkat kepercayaan ini memunculkan stigma negatif dan kekhawatiran bahwa Indonesia tidak lagi memiliki iklim ekonomi yang cukup kondusif bagi pelaku ekonomi untuk bisa menginvestasikan dan mengaktivitaskan modalnya di Indonesia. Berkurang atau bahkan hilangnya kepercayaan pelaku ekonomi terhadap perekonomian Indonesia sangat rawan menyebabkan terjadinya capital flight, yakni larinya modal-modal baik luar negeri dan dalam negeri yang selama ini menyokong aktivitas pembangunan ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan Ekonomi
Efek berikutnya yang muncul sebagai akibat korupsi ialah menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini yang sedang berada dalam trend yang cukup positif. Penurunan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada dasarnya akan alami terjadi sebab adanya siklus dalam perekonomian, akan tetapi korupsi pada dasarnya mempercepat siklus itu dari waktu yang seharusnya. Hal ini terjadi sebab aktivitas korupsi menyebabkan dana-dana yang selama ini berada di Indonesia yang selama ini digunakan dalam pembangunan ekonomi menjadi miss-allocation sebab dana-dana ini yang pada awalnya alih-alih ditujukan untuk memutar roda kegiatan ekonomi dengan kemampuannya dalam menciptakan produktifitas negara justru masuk ke kantong-kantong para koruptor sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang sudah diputuskan menjadi tidak berjalan dengan baik dan efektif atau bahkan tidak berjalan sama sekali akibat korupsi yang terjadi.
Kesejahteraan Masyarakat
Dengan terhambatnya pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari korupsi yang terjadi maka imbas yang sangat terlihat di permukaan ialah menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Maka benar saja jika selama ini kita sering mendengar bahwa korupsi memiskinkan bangsa, korupsi memfakirkan masyarakat, sebab terhambatnya pertumbuhan ekonomi akibat korupsi membuat sistem ekonomi Indonesia tidak lagi beraktifitas dalam kondisi normal. Ketidak normalan kondisi ini terjadi akibat resources yang dibutuhkan oleh perekonomian Indonesia menjadi tidak terpenuhi lagi karena korupsi telah mengambil resources yang seharusnya digunakan untuk kepentingan produksi tersebut menjadi untuk penggunaan bagi kepentingan pribadi-pribadi yang tamak dan egois dengan korupsi bagi uang rakyat. Berkurangnya resources dalam sistem produksi perekonomian Indonesia pada akhirnya akan membuat jumlah kapasitas produksi yang dihasilkan menjadi menurun, dan apabila supply barang lebih rendah dari demand maka yang terjadi ialah kelangkaan dan pemerintah pada akhirnya akan melakukan impor sebagai jalan keluar. Tetapi langkah yang dilakukan ini pada dasarnya tetap mengakibatkan harga dari barang-barang mengalami kenaikan. Sehingga wajar saja jika rakyat Indonesia saat ini sudah tak lagi bisa hidup dengan layak bahkan bisa sepenuhnya hidup dengan pendapatan yang tak lebih dari Rp 500.000 perbulan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh World Bank.
Utang Negara
Maraknya korupsi yang terjadi yang membuat situasi hidup masyarakat Indonesia mengalami kesulitan hidup, mau tidak mau membuat negara dalam hal ini yang memang bertugas untuk menjadi pengayom dan pelindung bagi seluruh warganya untuk bisa hidup layak dan berkecukupan memiliki tanggung jawab yang amat besar. tanggung jawab yang amat besar ini mengharuskan negara melakukan hampir segala cara untuk bisa tetap menjalan seluruh kehidupan bernegara baik dari hal besar hingga hal kecil, semuanya perlu dilakukan. Korupsi sesungguhnya telah membuat negara harus berpikir keras untuk menemukan cara agar masyarakatnya bisa tetap sejahtera dan mampu bertahan hidup, hingga banyak cara dilakukan yang antara lain salah satunya dengan berhutang. Negara Indonesia berhutang selama ini sesungguhnya hampir mayoritas keseluruhan hutang itu digunakan untuk bisa menjalankan kehidupan bernegara ini agar bisa terus eksis. Hutang ini dialokasikan untuk menutupi deficit anggaran dari anggaran belanja negara, sebab negara tidak memiliki banyak pilihan untuk bisa tetap menjalankan pembangunannya walaupun modal yang dimiliki negara ini jauh dari batas yang dianggap cukup. Kurang berdayanya kemampuan financial ini pada akhirnya membuat negara terus menambah hutang sehingga hutang Indonesia tidak lagi dalam batas kemampuan membayar negara ini, ditambah lagi tindak korupsi bukannya semakin berkurang justru makin bertambah saja. Mungkin sudah saatnya agar bangsa ini untuk kembali bercermin tentang apa saja pencapaian yang selama ini telah dicapai terutama dalam hal pemberantasan korupsi yang sudah sangat akut dan berbahaya.
Kementerian Kajian Ekonomi
BEM Kema FE Unpad
Korupsi : Penyumbang Angka Kemiskinan
Mengapa korupsi begitu sering menjadi topik pembicaraan saat ini? Ada teori yang menyebutkan bahwa suatu peristiwa bisa menjadi topik suatu berita karena peristiwa tersebut baru terjadi. Karena ke-baru-an suatu peristiwa tersebut akan membuat berita menjadi aktual. Namun hal tersebut tidak berlaku untuk kasus korupsi di Indonesia. Kasus korupsi di Indonesia bukan merupakan peristiwa yang baru. Korupsi di Indonesia sudah marak muncul sejak rezim orde baru, bedanya, rezim orde baru tidak mengenal kebebasan pers dan kontrol sosial dari masyarakat sengaja ditebas. Akhirnya yang terjadi adalah semua orang bungkam mengungkap kebenaran, kemudian berita mengenai korupsi di zaman orde baru- baru terdengar setelah rezim tersebut berakhir dan barulah muncul orang-orang yang memberanikan diri mengungkap fakta.
Runtuhnya orde baru dan munculnya era reformasi sesungguhnya adalah harapan besar bagi rakyat, sebuah harapan besar untuk berkurangnya praktik korupsi. Sayangnya harapan itu terpaksa pupus karena fakta menunjukkan bahwa praktik korupsi bukan semakin surut, malah terang-terangan terekspos. Itulah “Sial” nya pemerintahan era reformasi, mereka berkuasa dalam suasana yang begitu demokratis dan terbuka. Sedikit saja membuat kesalahan, bersiaplah menjadi headline di berbagai media massa.
Sayangnya, terbongkarnya praktik korupsi ini tidak membuat para pelaku merasa malu atau bersalah. Jika sudah terbukti bersalah, kebanyakan dari mereka menyanggah atau menyeret nama lain untuk dijadikan kawan menginap di hotel prodeo. Tak kalah mencengangkan, dalam proses penyanggahan tersebut, beberapa orang malah sempat plesir bersama keluarga.
Miris? Memang, tapi itulah kenyataannya. Sikap para koruptor yang seperti ini tentu menyebabkan dampak besar, sebab objek korupsi adalah harta negara, maka yang paling terkena imbasnya adalah sektor ekonomi. Pada tahun 2011, KPK mengklaim telah berhasil menyelamatkan uang negara sebilai 7,9 triliun. Dari data tersebut kita bisa menyimpulkan betapa dahsyatnya nyali pemimpin-pemimpin kita untuk merampas hak rakyatnya. Mereka tidak pernah berpikir bahwa ada rakyatnya yang sehari-hari bekerja sebagai buruh, hanya mendapat upah Rp10.000,00 per hari, maka dalam sebulan hanya mendapat upah Rp300.000,00 ini berarti dalam setahun hanya mendapat upah sebesar Rp3.600.000,00 yang artinya butuh waktu 277,77 tahun untuk menggenggam uang sebanyak 1 miliar saja. Jelas kontra dengan transaksi miliaran bahkan triliunan rupiah yang lihai diperagakan pejabat-pejabat jahat hanya dalam beberapa menit.
Dampak yang ditimbulkan korupsi bukanlah dampak yang kecil. Menurut Mauro (Corruption and Growth, 1995), korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. Inilah yang sedang terjadi di Indonesia. Bisa kita lihat dari alokasi dana APBN, misalkan saja APBN Indonesia tahun 2010 sebesar Rp 1.047,7 triliun, didalamnya terdapat anggaran untuk pendidikan, menyokong kegiatan UKM, anggaran kesehatan dan kepentingan publik lainnya. Maka di tahun yang itu ternyata kerugian negara akibat korupsi adalah Rp 3,6 triliun.
UKM merupakan salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia, sebab UKM banyak menyerap tenaga kerja. Karena dana yang dialokasikan untuk UKM tersebut dicuri, maka yang terjadi adalah banyaknya para tenaga kerja yang dirumahkan, PHK menambah jumlah pengangguran, dan akhirnya pengangguran menyebabkan kemiskinan. Masih ada beberapa anggaran yang tujuannya mengentaskan kemiskinan, tetapi karena terambil alihkan para koruptor, kemiskinan tidak terentaskan, malah semakin parah. Jelaslah sudah bahwa korupsi merupakan salah satu penyebab kemiskinan yang merupakan buntut dari macetnya UKM
Akhirnya semua permasalahan mengenai korupsi tidak bisa diberantas oleh sebagian kalangan saja. Semua kalangan wajib memiliki kesadaran bahwa dampak yang ditimbulkan korupsi sangat merugikan kepentingan bangsa dan berjuang untuk memberantas korupsi adalah harga mati. Ketegasan pemerintah dalam menindak para koruptor serta memegang teguh janji membangun bangsa dikombinasikan dukungan, kritik membangun, kontrol sosial dan kepercayaan penuh dari masyarakat akan membuat cita-cita mewujudkan bangsa yang sejahtera menjadi suatu keniscayaan.
Kementerian Kajian Ekonomi
BEM FE Unpad
Korupsi, Penghambat Target Indonesia di Tahun 2014
Korupsi berkaitan erat dengan investasi publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pejabat-pejabat strategis di Indonesia sering korupsi dengan jalan penggelembungan dana proyek-proyek yang menyangkut masyarakat luas. Bisa saja, sekilas kelihatannya alokasi dana untuk pendidikan meningkat tajam, tetapi kualitas dari dana itu justru menurun tajam. Anggaran pendidikan keseluruhan dalam anggaran pendapatan belanja negara 2010 mengalami lonjakan signifikan sebesar Rp11,9 triliun menjadi Rp221,4 triliun, dari sebelumnya Rp209,5 triliun di tahun 2009. Hal yang menarik adalah justru pada tahun ini anggaran pendidikan di RAPBN 2011 mengalami penurunan secara nominal rupiah dibandingkan APBN 2010 lalu. Alasannya adalah ada perubahan mekanisme penyaluran dana yang asalnya menggunakan sistem sentralisasi di kemendiknas menjadi langsung ke daerah-daerah. Menurut saya informasi ini secara tidak langsung mengatakan bahwa sistem yang dulu dipakai tidak efisien atau mungkin sarat akan korupsi. Ini menunjukkan bahwa besarnya kenaikan dana investasi dari pemerintah tidak berbanding lurus dengan kenaikan dampak positif dari dana tersebut, dikarenakan korupsi.
Kasus lainnya, selama 2008 lalu, persekongkolan pemenangan tender pemerintah menjadi satu-satunya kasus terbesar yang masuk dalam laporan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Perwakilan Surabaya. Dari 17 kasus yang masuk dalam laporan, 80% diantaranya adalah persekongkolan tender pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa serta pembangunan proyek infrastruktur. Sisanya, 10% tentang monopali pasar dan 10% lainnya tentang diskriminasi konsumen. Hal ini kembali menegaskan jika korupsi sudah sangat mengakar di birokrasi pemerintahan kita.
Hal berikutnya yang akan muncul setelah “macetnya investasi pemerintah” adalah rendahnya penerimaan negara. Karena macetnya investasi-investasi tersebut mengakibatnya hal-hal yang memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terhambat. Seperti dalam kasus pendidikan tadi, sumber daya manusia yang harusnya menjadi berkualitas tinggi akan tidak sesuai ekspetasi awal. Bisa saja kualitasnya lambat naiknya atau bahkan turun. Dalam kasus tender infrastruktur jalan, distribusi bahan baku ke pabrik lalu selanjutnya ke konsumen pun akan terhambat karena hal yang terkesan sepele, jalanan rusak. Permasalahan-permasalahan kecil (mikro) ini akhirnya akan menjadi permasalah negara juga (makro).
Efek ketiga yang akan muncul adalah rendahnya daya beli pemerintah dalam membeli barang-barang produksi. Tidak ada uang, tidak ada barang. Akhirnya BUMN-BUMN akan kesulitan dalam memproduksi barang-barang. Belum lagi memikirkan bagaimana bersaing dengan kompetitor-kompetitor swasta di bidang yang sama. Dampak kedua adalah untuk menutupi itu, pemerintah pun pasti berpikir untuk mengajukan utang, dengan harapan kondisi darurat ini teratasi dan selanjutnya keuntungan dari BUMN akan dipakai membayar utang kelak. Tetapi kenyataannya, korupsi kembali berbicara, sehingga bukannya untung tetapi BUMN akhirnya mengemis subsidi pemerintah.
Bagaimana dengan penerimaan pajak? Bukankah jumlahnya sangat fantastis sebesar Rp 649,042 triliun pada tahun 2010? Justru di pajak inilah ladang empuk bagi mafia pajak. Belum lepas dari ingatan kita bagaimana kasus Gayus Tambunan sempat berlarut-larut. Sulit sekali melacak siapa saja mafia pajak ini dan berapa dana yang telah dicuri. Hal ini dikarenakan mafia berbeda dengan koruptor biasa. Koruptor biasa mungkin bekerja sendiri-sendiri tanpa melibatkan pihak lain dalam sebuah permainan korupsi. Sehingga jika dilacak pun orang-orang yang berhubungan dengan kasus korupsi tersebut akan mudah diketahui. Informan pun cukup mudah didapat. Hal ini dikarenakan idealisme orang tersebut atau orang itu tidak mendapat bagian sama sekali dari hasil korupsi tersebut. Sehingga tidak ada rugi bagi dia untuk kooperatif dengan pihak berwenang. Beda kasusnya dengan mafia. Mafia adalah sekelompok koruptor yang punya posisi-posisi strategis di dalam sebuah kasus korupsi. Mereka sama-sama dapat bagian dalam menjalankan aksinya. Saat akan dilacak pihak berwenang pun, mereka akan saling melindungi satu sama lain. Kasus seperti ini yang sangat sulit didobrak pihak berwenang.
Dampak yang tak kalah mengerikan dari penggelapan pajak secara keseluruhan adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pengalokasian pajak. Bahkan dua tahun belakangan (2009 dan 2010) penerimaan pajak Indonesia belum pernah mencapai target yang ditetapkan. Pajak memang diwajibkan, tetapi saat masyarakat membayar pajak rutin dengan pikiran pajak itu pasti akan dikorupsi juga, hal itu akan mempengaruhi psikologis masyarat secara luas. Masyarakat akan merasa justru pajak itu cara oknum-oknum pejabat mencuri uang mereka secara legal dan sah menurut hukum.
Sekencang apapun kita berlari dalam menggenjot roda perekonomian agar target pertumbuhan ekonomi 2014 terpenuhi, jika korupsi masih merajalela, maka pada akhirnya kita akan terlihat seperti merangkak saja, bukan berlari. Harus ada reformasi hukum yang diterapkan di Indonesia, sehingga ada hukum yang sangat mengintimidasi para koruptor dan calon koruptor dalam aksinya. Agar mereka berpikir ulang jika ingin korupsi. Penerapan hirarki pemerintah yang ramping, efisien, dan efektif juga wajib diperhatikan. Dalam teori di dalam ilmu manajemen, jika suatu korporasi terlalu panjang rantai komandonya, maka instruksi pimpinan tertinggi akan semakin sulit disampaikan sampai jenjang hirarki paling bawah. Ini masih berbicara korporasi dengan rantai komando, yang kita hadapi lebih kompleks lagi, negara dengan pengawasan korupsi di tiap-tiap rantai komando. Ketiga, selain memperbaiki dari atas, harus ada perbaikan dari bawah. Contoh, penerimaan PNS harus melalui uji kelayakan dan kepatutan yang sangat ketat, meskipun hanya menyeleksi pekerja-pekerja di tingkat hirarki yang rendah. Kemudian saat para PNS melakukan kesalahan, kurang produktif, atau bahkan korupsi, beri hukuman yang sangat berat. Sehingga sumber daya pekerja yang dihasilkan oleh “seleksi alam” ini adalah pribadi-pribadi jujur dan berkualitas. Jika sudah demikian, maka para PNS ini akan lebih peka dan sensitif jika atasan mereka ada yang korupsi. Mereka tidak akan segan-segan melaporkan kepada pihak berwajib. Cara ini akan memperbaiki secara perlahan tetapi pasti dan memberikan fondasi yang kuat. Masalah PNS yang sering dikeluhkan sebagai pengangguran terselubung pun teratasi. Cara-cara korporasi memang tidak semua bisa diterapkan dalam pemerintahan, tetapi bukan berarti seluruh metode berkualitas yang ada di korporasi kita tolak bukan?
Jika setiap elemen masyarakat dan pemerintah mau berbenah diri, mau berpikir terbuka dengan inovasi-inovasi yang ada, tidaklah mustahil kita akan terbebas dari korupsi. Memang korupsi adalah penyakit bervirus yang ditularkan Belanda sejak kita dijajah dulu. Hirarki pemerintahan kita pun warisan Belanda. Hukum pun warisan Belanda. Kita serasa dikepung oleh penyakit bervirus dari setiap lini yang dibawa Belanda sejak dulu. Tetapi bukanlah hal mustahil memperbaiki itu semua. Belum terlambat. Bahkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2014 yang sebesar 7 persen bukan hal yang mustahil untuk diraih.
Kementerian Kajian Ekonomi
BEM FE Unpad
Daftar pustaka:
www.kabarbisnis.com
www.okezone.com
www.kompas.com
Sunday, July 17, 2011
Transparansi Keuangan Pendidikan Tinggi Bermasalah
BPK melaporkan bahwa terdapat temuan berupa kas sebesar Rp 763,12 miliar yang antara lain berupa sisa dana bantuan sosial yang tidak tersalurkan sebesar Rp 69,33 miliar yang belum dikembalikan kepada kas negara. Selain itu terdapat pula dana yang merupakan pungutan perguruan tinggi negeri sebesar Rp 25,83 miliar yang tidak dilaporkan ke kas negara dan digunakan langsung tanpa melalui mekanisme APBN seperti yang seharusnya. Terdapat pula dana sebesar Rp 13,4 miliar di dua universitas negeri di daerah Jawa Barat dan Sumatera Barat yang merupakan uang panjar kepada pihak internal dan dana bank yang tidak dilapor. Padahal menurut BPK, tidaklah dikenal sistem dana panjar oleh pihak mereka dan pengelolaan dana tersebut pun tidak jelas.
Kemudian, menurut Rizal Djalil, anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang menangani masalah pendidikan, dari nilai keseluruhan biaya pungutan pendidikan dari masyarakat sebesar Rp 7,9 triliun terdapat sampel kasus yang menunjukan dana tidak dikelola dengan baik. Terdapat pula sejumlah rekening liar di Kementrian Pendidikan Nasional dengan saldo dana tersisa sebesar RP 26,44 miliar yang keberadaannya tidak dilaporkan kepada Kementrian Keuangan sehingga penggunaan dananya tidak diketahui dengan jelas. Bahkan menurut Indonesia Corruption Watch, dari 6 perguruan tinggi yang mereka pinta laporan keuangannya hanya satu universitas negeri yang merespon dengan memberikan laporan keuangan yang cukup detil, sisanya ada yang melaporkan dengan tidak transparan maupun menolak permohonan ICW tersebut.
Sungguh sebuah ironi apabila kita membandingkan jumlah dan deskripsi dana bermasalah tersebut dengan realita biaya pendidikan tinggi yang semakin sulit dijangkau kalangan masyarakat dengan kondisi finansial yang pas-pasan. Dikemukakan oleh BPK bahwa terdapat dana bantuan sosial yang tidak digunakan sebesar Rp 69,33 miliar, sedangkan disisi lain biaya masuk perguruan tinggi dari tahun ke tahun kian meningkat. Dapatkah kita mempertanyakan, apa maksud dari biaya masuk yang tinggi tersebut jika masih tersisa dana bantuan yang lebih itu? Mengapa pihak perguruan tinggi negeri harus bersusah payah untuk membuka jalur ujian mandiri dengan tarif nyeleneh yang memusingkan calon mahasiswa dan membebankan orangtua dengan alasan tidak cukupnya dana pendidikan yang diberikan pemerintah ketika kenyataannya justru terdapat dana bantuan sosial yang bisa dimanfaatkan namun tidak tersalurkan dengan optimal?
Sejumlah perguruan tinggi negeri yang membuka jalur ujian mandiri dengan tarif yang lebih mahal daripada jalur SNMPTN berdalih bahwa dengan demikian maka akan tercapai keadilan dalam pembebanan biaya masuk universitas. Mereka yang kemampuan finansialnya lebih akan dibebankan biaya masuk yang lebih tinggi, sementara mereka yang kemampuan finansialnya biasa-biasa saja akan dibebankan biaya masuk yang sewajarnya. Nyatanya saat ini biaya masuk jalur reguler atau SNMPTN pada sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka pun telah berkisar diatas 50 jutaan.
Hal ini mengindikasikan perguruan tinggi negeri telah bertransformasi dari sebuah institusi formal yang menempa manusia-manusia muda Indonesia untuk mencapai tingkatan intelektual yang lebih tinggi menjadi sebuah ajang komersialisasi sains yang hanya menerima mereka yang berduit dan memarjinalkan mereka dari golongan menengah kebawah, selain bahwa akuntabilitas perguruan tinggi negeri di Indonesia kian diragukan. Tidaklah heran jika ternyata sebuah institut negeri terkemuka mengganti kata sambutan bagi mahasiswa barunya menjadi “Selamat Datang Putra-Putri Terkaya Bangsa” walaupun melalu sebuah insiden yang tidak terencana. Karena memang itulah potret pendidikan yang kini disuguhkan. Pendidikan kini telah menjadi sebuah komoditi yang diperdagangkan dan di dalamnya telah berlaku mekanisme pasar. Mereka yang bersedia membayar lebih, merekalah yang mendapatkannya.
Kajian Ekonomi
BEM KEMA FE Unpad
Saturday, June 4, 2011
UMKM, Ujung Tombak Indonesia Taklukkan ASEAN
1. Konektifitas ASEAN
2. Ketahanan pangan dan energi
3. Manajemen dan resolusi konflik
4. Regional architecture
5. Partisipasi organisasi masyarakat
6. Penanganan bencana alam
7. Kerjasama subkawasan ASEAN
8. Penyelenggaraan The 1st East Asia Summit
9. Keanggotaan Timor Leste
10. Pertukaran Myanmar dan Laos sebagai Ketua ASEAN
Dari kesepuluh kesepakatan diatas, salah satu bidang kerja sama strategis yang sangat mungkin dimanfaatkan oleh Indonesia ialah kerjasama subkawasan ASEAN, terutama bidang ekonomi dalam hal perdagangan. Kerja sama strategis yang dibangun dalam ASEAN memang bertujuan untuk membentuk satu kawasan ekonomi regional yang stabil sehingga dapat menunjang percepatan pertumbuhan Negara berkembang dengan adanya keterhubungan dan integrasi ekonomi. Selain itu dengan terkoneksinya Indonesia dalam komunitas ekonomi ASEAN akan meningkatkan arus permintaan dan penawaran antardaerah, yang akan mempersempit kesenjangan pembangunan dalam kawasan.
Namun potensi dan peluang yang muncul sebagai hasil kerja sama regional ASEAN itu tidak akan berarti banyak jika pemerintah tidak segera merestrukturisasi pola kebijakan ekspor Indonesia yang hingga saat ini hanya berfokus pada komoditas sektor primer seperti pertambangan batu bara dan minyak mentah. Sementara peluang dan ruang bagi UMKM yang dapat dikelola oleh pengusaha kecil tidak dapat terakomodasi dengan baik. Hal inilah yang membuat Indonesia kalah dengan Negara lain seperti China dan Thailand dalam jumlah komoditi ekspor.
Secara umum jika dianalisa ada Sembilan hambatan yang kini dihadapi oleh UMKM yang ada di Indonesia untuk bisa menembus pasar ekspor yakni :
1. Sulitnya akses pembiayaan
2. Keterbatasan ikatan perdagangan dengan Negara lain
3. Kesulitan memahami ketentuan, peraturan dan kebutuhan teknis yang dipersyaratkan
4. Kurangnya keterbukaan dan transparansi lingkungan bisnis
5. Ketidakcukupan kebijakan dan kerangka aturan yang mendukung perdagangan antar negara melalui e-commerce
6. Ketidakmampuan melakukan perlindungan hak atas kekayaan intelektual
7. Mahalnya biaya transportasi
8. Adanya penundaan kepabeanan termasuk kesulitan memahami persyaratan dan dokumen kepabeanan yang kompleks
9. Kesulitan dalam memanfaatkan kemudahan tarif dan berbagai kesepakatan di bidang perdagangan
Oleh karena itu seharusnya pemerintah fokus terhadap pengembangan UMKM semisal pada produk pertanian, peternakan, hasil tambak karena sektor pertambangan suatu saat akan habis. Maka apabila pemerintah tidak segera mengantisipasi habisnya hasil tambang maka bersiaplah ketika Indonesia tidak dapat lagi mengekspor barang apapun sehingga berakibat neraca perdagangan Indonesia akan defisit besar-besaran. Hal ini tentu sangat tidak kita harapkan terjadi dalam perekonomian Indonesia, karena pasti hal ini akan semakin memperburuk keadaan ekonomi serta menambah beban rakyat kecil.
Pemerintah perlu melakukan pembenahan dengan segera terhadap pengembangan UMKM agar dapat lebih produktif serta menghasilkan barang-barang yang mampu bersaing dipasar dunia. Mengutip pernyataan Ketua Dewan Pengurus MRU Foundation, Sandiaga S. Uno, “pengembangan pengembangan lembaga keuangan mikro merupakan langkah tepat untuk memberdayakan sektor usaha mikro karena pada dasarnya keberadaan bank komersil tidak didesain untuk bisa turun memberikan solusi pada usaha level bawah dan hal ini perlu diperkuat dengan adanya UU agar pengembangannya lebih terarah. Karena mutlak tanpa sistem permodalan yang baik suatu industri tidak akan bisa beroperasi secara baik untuk menghasilkan produk yang berkualitas.”
Hal lain yang tentu perlu dilakukan oleh pemerintah ialah mempromosikan sistem Business Development Service untuk meningkatkan akses pada input, produk, pasar, informasi, teknologi, pelatihan serta memperbaiki infrastruktur yang menunjang keseluruhan aktifitas perekonomian. Sehingga perbaikan itu dapat meningkatkan kualitas produk serta daya saing UMKM dan mampu meminimalisir biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengiriman barang. Jadi tidak hanya berkualitas, harga yang ditawarkan oleh produk UMKM pun dapat bersaing di pasar Internasional dan pada akhirnya akan berimbas pada membaiknya neraca perdagangan internasional Indonesia.
Nofialdi
Menteri Kajian Ekonomi
BEM Kema FE Unpad
Friday, May 27, 2011
House of Representative (DPR) Building Construction
According to Marzuki, the chairman of DPR RI, the new DPR building construction is one of two institutional reinforcement program which has been prepared in the DPR strategic plan 2010-2014. In order to strengthen these institutions, there are two ways of program conducted. First, support management program and enforcement of other technical duties. Second, facilities and infrastructure improvement program.
“DPR Construction building supposedly began in 2010 and completed in 2014, but considering social and political aspect, the plan have to be delayed and is planned to be implemented in 2011,” he said.
The general secretary of the Parliament, Nining Indra Saleh, explained that the 32 meters square working area is filled with members of the House of Representative and one assistent and experts. Hence, lots of complaints about the need for new building. She also said that preparation and building plans have been made since the period of 2004 – 2009. This plan and policy is final and has been determined through the consultation meeting, the council and Domestic Affair Agency (BURT) DPR on October 19, 2010. The decision also has been established at Plenary Meeting of the Law on Ratification Budget (UU APBN) 2011 on October 26, 2010. Inside UU APBN, it contains the allocation of new building construction.
Based on state revenue and expenditure budget (APBN), DPR building construction cost on 2010 spent IDR 383.231.827.000. This year allocation for DPR building construction increases become IDR 8 billion while the cost for DPR building construction that has been planned is about IDR 1,1 trillion and revised to IDR 770 billion.
Consideration toward budget and government spending in Indonesia that created lots of debts in the past make this construction building controversial either from society or even the parties that involved as the members of House of Representative itself. Not to mention the social gap in Indonesia that is really big makes this building construction not feasible to be accepted by society. This also happen to majority faction in DPR which was originally approved the plan of building construction turn into against it. As the criticism from society increases, some fraction of DPR decided to reject the plan. Fraction that rejected this plan are Gerindra, PAN, PKS, PDIP, PPP, and PKB. Demokrat, Golkar, and Hanura are still consistent in supporting the plan of building construction.
Another point of view comes from vice coordinator of Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho. He said that Marzuki’s action in the case of building construction is out of the official policy of Demokrat party which state to support government’s performance and make the 2011 – 2013 period as the years for working for citizens, not political.
“In the case of DPR building construction, a question arises. Does Marzuki Ali work for people, himself, the political elite, or contractor?” Emerson added.
In order to face various kinds of problems related to this building construction, Marzuki hopes, members of DPR should have commitment and consistency in attitude. “This is very important to build state and nation. How is it possible to build the state and nation if the character of the nation is far away to sportive, and how we can be trusted if there is no commitment and consistency,” he added.
Controversial happens between the budget that assessed too high seeing the economic and social condition of Indonesia’s society right now and the need of members of DPR upon the new building since the last time DPR building constructed was in 1965. The general secretary of DPR believes that this is needed to increase the performances of members of DPR since the current building is seen to be less appropriate. Construction of building based on the needs that has been indicated by the condition of existing space work currently.
Seeing those controversial from two sides of the house, society doesn’t see any urgency in order to build the new building. The urgency comes when it significantly harm people if it doesn’t conducted. Poverty, education, inflation, debt, starvation here and there are several kinds of urgency problems that should be solved immediately. The stance of society in opposing the plan is stronger than the stance of chairman of DPR has. Society has so many reasons to oppose it, while there are lots of people out there suffering from starve, small people living conditions are mostly difficult. Those problems coupled with the luxury houses of members of parliament, luxury facilities, power they have, and now will be completed with luxury building work. It shows how the urgency comes up for those of society who needs to get help with the fund rather than to build some building that still appropriate for working. But however, Marzuki believes that in order to build DPR building, we should not only imagine the next 5 years, but also 50 years because the next period, the number of parliament members can be increased.
The later effect of this building construction is that society will probably lose their credibility to government. The transparency of the budget is not exists. Nominal fund that has been told to public is only for the physical structure, 1,138 trillion. While the cost of furniture, IT, and security systems are not described. Potential loss of the government financial would be enormous if this building keep continues. It also convinced by General Secretary of Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHRCSJ), Gunawan, that the action of Marzuki ignored the signal from President toward budget savings. President has instructed the delay and cancellation upon new building construction within either the governmental or non-governmental institutions if it is not necessary. That will resulted into less credibility that society has for government.
The urgency and the feasibility of this mechanism to build new parliament building are not supported by some reasons behind it. It will be resulted into disappointment from the society. This society rejection should be one of the biggest influences in deciding the using of government budget to conduct the new parliament building.
Della Karina
Economics Studies of BEM
Faculty of Economics
Padjadjaran University
Tuesday, April 12, 2011
Licinnya Geliat Bahan Bakar Minyak
Membahas bahan bakar minyak merupakan suatu hal “rutin” dan tentunya tidak akan ada habisnya. Sumber energi yang satu ini posisinya benar-benar strategis untuk memperkuat atau sebaliknya menghancurkan nasionalisme. Mana yang dipilih, Pemerintah selaku regulator dan Masyarakat selaku customer lah yang menentukan.
Akhir 2010 lalu, peramalan dari petinggi negara maupun pakar keenergian menyatakan bahwa di awal 2011 akan terjadi kenaikan harga BBM (bukan BlackBerry Messenger, melainkan bahan bakar minyak) baik subsidi maupun non-subsidi. Prediksi tersebut muncul karena harga minyak dunia di akhir 2010 sudah mencapai 93,46 dolar AS dan terus menerus bergerak naik setiap harinya.
Memasuki tahun 2011, harga bahan bakar minyak di Indonesia terus merangkak naik seiring dengan pergerakan harga minyak dunia yang juga mengalami kenaikan yang kini berada pada kisaran di atas 100 dolar AS. Apalagi dengan terjadinya krisis politik dan kemanusiaan di beberapa negara penghasil utama minyak dunia di Timur Tengah yang kini justru makin meluas ke negara lain, bukan tidak mungkin jika di pertengahan tahun 2011 nanti minyak dunia menembus angka 145 dolar AS.
Kembali pada persoalan BBM di Indonesia, kenaikan signifikan tersebut menyebabkan harga BBM non subsidi meningkat pesat hingga di atas Rp 8.500 per liternya yang mengakibatkan masyarakat sebagai konsumen pada akhirnya lebih banyak mengkonsumsi BBM bersubsidi.
Pada Maret 2011 lalu berdasarkan data BPMIGAS, penggunaan bensin premium mencapai 2,07 juta kiloliter (KL), atau naik 2,68% dibanding Februari 2011. Sementara konsumsi total BBM bersubsidi sampai Maret 2011 mencapai sekitar 9,26 juta KL, dari total kuota konsumsi BBM subsidi di 2011 yang jumlahnya 36,8 juta KL. Pada momen inilah kita dapat melihat kecermatan Pemerintah, karena jika harga minyak mencapai US$ 100 per barel, pemerintah bisa menombok subsidi untuk Premium hingga Rp 15 triliun.
Namun begitu, untuk sementara ini Pemerintah mengaku sedikit terselamatkan oleh penguatan rupiah terhadap dolar Amerika. Nilai tukar rupiah terpantau menguat dan parkir di level Rp 8.692 per USD. Namun sayangnya, masyarakat membutuhkan kepastian secepatnya terkait kondisi ini. Dan tentunya Pemerintah seharusnya tidak mau menombok hingga Rp 15 triliun.
Melihat kenyataan tersebut, muncullah beberapa wacana kebijakan, di antaranya menaikkan harga BBM atau pengalihan masyarakat kepada penggunaan Pertamax atau yang kerap diperhalus dengan pembatasan BBM bersubsidi.
Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi maupun kenaikan harga BBM sama-sama akan berdampak terhadap inflasi.
Terkait pembatasaan konsumsi BBM bersubsidi, jika masyarakat biasanya membeli premium Rp 4.500 kemudian harus beralih ke Pertamax yang Rp 8.500 per liter, itu juga kenaikan yang justru lebih besar. Saat ini sekitar 50% BBM bersubsidi dikonsumsi oleh sepeda motor, padahal direncanakan sepeda motor bukan termasuk yang akan dibatasi konsumsinya. Sementara untuk angkutan umum perkotaan (angkot) hanya akan dijatah sekitar 40 liter per hari. Jumlah itu sangat minim sehingga akan mendorong awak angkot enggan bekerja. Jumlah yang dihemat relatif tidak sebanding dengan dampak buruk akibat kebijakan ini.
Sedangkan untuk wacana yang lain, misalkan Pemerintah memberi kenaikan Rp1.000 per liter, ini dapat menyebabkan subsidi turun sehingga ada penghematan sekitar Rp20 triliun. Kenaikan Rp1.000 per liter bagi sepeda motor relatif kecil dibandingkan dengan kenaikan harga beras yang terjadi akhir-akhir ini.
Fenomena berkelanjutan seperti ini sesungguhnya dapat diatasi dengan penentuan kanijakan yang jelas serta maintenance daripada kebijakan tersebut. Kenaikan harga BBM bersubsidi ini sesungguhnya dapat menjadi pilihan terakhir dengan cara melakukan realokasi subsidi, belanja barang, dan modal, serta diintegrasikan dengan peningkatan penerimaan negara dari winfall profit akibat adanya kenaikan harga minyak internasional. Pemerintah pasti berpikir menaikkan harga BBM dilakukan untuk menyelamatkan anggaran negara. Penyelamatan anggaran menjadi krusial karena kemampuan belanja modal pemerintah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan menjadi harapan satu- satunya di tengah kelesuan perekonomian yang sedang melanda. Tetapi, kembali lagi seluruhnya harus disikapi dengan cermat.
Selain terkait realokasi anggaran, ada 1 hal kecil yang sesungguhnya dapat membantu meringankan beban Pemerintah. Turunnya produksi dan tidak tercapainya target lifting minyak dan gas (migas) Indonesia tahun 2011 tentunya telah memukul APBN 2011 dengan sangat telak. Target produksi minyak sebesar 970.000 barrel/hari, patut diduga hanya mencapai sekitar 860.000 barrel/hari. Hal ini tentunya harus segera diselesaikan Pemerintah bersama BPMIGAS selaku penanggungjawab hulu dan hilir migas sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (4) UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Memang nampaknya ada suatu keresahan pada Pemerintah jika harus menaikkan harga BBM subsidi jika dikaitkan dengan pencitraan maupun hal sejenisnya. Namun setiap keputusan pasti ada resikonya. Dan jika tidak membuat keputusan atau menunda-nunda saja justru ongkosnya lebih mahal, apalagi denugan harga minyak dunia yang semakin meningkat.
Kementerian Jaringan Lembaga
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran
Wednesday, March 2, 2011
Kecanggihan BI Rate Menggoreng Inflasi
BI Rate, hewan langka jenis apakah itu?
Mari kita bahas lebih lanjut mengenai si kebijakan ajaib dari Bank Indonesia ini!
BI rate atau suku bunga Bank Indonesia, merupakan tingkat suku bunga untuk satu tahun yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG (Rapat Dewan Gubernur) bulanan dengan cakupan materi bulanan. Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya.
Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
BI Rate pada 4 Feb 2011 sebesar 6.75% dan pada 5 Jan 2011 sebesar 6.50% berdasarkan data dari website resmi Bank Indonesia, artinya jika BI rate naik dari 6.50% menjadi 6.75% maka bunga pinjaman ataupun simpanan di bank dan lembaga keuangan yang lain pun bisa juga ikut naik. Rate yang dikeluarkan oleh BI bukan merupakan peraturan melainkan hanya sebuah rujukan sehingga tidak mengikat maupun memaksa.
Sementara bagi BI sendiri, BI rate adalah suku bunga bagi Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang disalurkan ke bank-bank. Ketika BI rate naik ke 6.75%, maka para bank bisa menaruh dana mereka di BI dalam bentuk SBI, dan akan menerima bunga 6.75% per tahun. Misalnya, jika Bank Mandiri menaruh uang tabungan nasabahnya sebesar 10 trilyun di BI, maka mereka akan menerima 675 milyar dalam setahun, tanpa perlu ‘berkeringat’ sama sekali.
Analisis sederhananya adalah seperti ini, jika BI Rate dinaikkan, Bank akan cenderung lebih memilih menyimpan dana tabungan nasabahnya di BI daripada disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit karena meskipun tingkat suku bunga BI lebih rendah dari suku bunga kredit, tetapi penjamin dana adalah pemerintah sehingga resiko kredit macet sangat kecil dan bahkan mendekati nol.
Jika dana milik masyarakat yang dipegang para bank ‘diendapkan’ di BI, maka jumlah uang cash yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan pada akhirnya menurunkan tingkat inflasi. Itulah sebabnya BI rate merupakan instrumen yang dianggap cukup ampuh untuk menurunkan tingkat inflasi. Jadi merupakan hal yang tepat ketika tingkat inflasi ternyata melebihi ekspektasi, BI menaikkan suku bunga acuannya disertai alasan strategis untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat agar tingkat inflasi tidak kian merajalela.
Kementerian Jaringan Lembaga
Cabai, Primadona Inflasi di Penghujung 2010
Harga komoditi cabai belakangan ini sangat tinggi dan semakin menggila, sampai-sampai harga per kilogram cabai lebih mahal dari harga per kilogram daging sapi. Cabai keriting yang biasanya hanya di kisaran Rp 18.000-Rp 20.000, kini dijual dengan harga Rp 35.000-Rp 40.000. Apa penyebabnya?
Kenaikan harga cabai di penghujung akhir tahun 2010 yang lalu kemungkinan hanya disebabkan oleh satu hal, yakni pergesaran titik keseimbangan harga yang diakibatkan oleh pergeseran supply dan demand cabai di pasar yang lebih cenderung diakibatkan berkurangnya pasokan (supply) cabai ke pasar sehingga mendorong kenaikan harga cabai di pasar. Pergeseran pasokan cabai (berkurangnya dan cenderung langka) di pasar salah satunya diakibatkan oleh terganggunya produksi yang dialami oleh para petani yang diakibatkan oleh bergesernya perubahan cuaca yang mengganggu pola dan kuantitas produksi cabai.
Karakteristik tanaman cabe yang bergantung kepada kelembaban udara dan kuantitas kandungan air dalam tanah serta perubahan iklim atau cuaca tahun belakangan ini, sudah bisa menjadi dasar untuk melakukan prediksi bahwa kondisi ini akan menganggu produksi tanaman cabe. Prediksi dini inilah yang tidak bisa dilakukan oleh pemerintah melalui instansi yang terkait (Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan). Kelemahan prediksi ini berujung kepada ketidaksiapaan pemerintah menghadapi kondisi saat ini sehingga berujung kepada kenaikan harga komoditas cabe yang mencapai lebih dari 127 persen. Ketidaksiapan pemerintah ini merupakan wujud ketidakmampuan pemerintah menjalankan fungsi dan kewajibannya, padahal jika pemerintah mampu memprediksi dan mendesign tindakan antisipatif (merujuk kepada perubahan iklim) seharusnya masyarakat tidak perlu merasakan begitu “pedasnya” komoditas cabe.
Selain faktor produksi, pergeseran supply juga dikarenakan oleh distribusi yang terganggu dan ketidaksiapaan pemerintah melakukan antisipasi. Gangguan distribusi ini lebih cenderung diakibatkan oleh ulah tengkulak yang sengaja mengambil kesempatan atau untung ditengah kenaikan komoditas cabai. Akan tetapi faktor ini tidak terlalu signifikan memengaruhi kenaikan harga cabai dibandingkan dengan produksi yang terganggu, ini dikarenakan cabai bukanlah komoditas yang sifatnya tahan lama sehingga para tengkulak (spekulan) tidak akan berani menahan pasokan cabai dalam kuantitas banyak dan waktu yang lama. Selain itu menjelang Idul Adha dan Idul Fitri tingkat demand masyarakat cenderung naik, masyarakat mengkonsunsi cabai dalam jumlah yang jauh lebih banyak sekitar 20-30% , sementara produsen tidak dapat meningkatkan produksi sebanyak jumlah demand masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mempunyai risalah ilmiah tersendiri soal kenaikan harga cabai ini, yang mencatat kenaikan harga cabai dan beras selama Juni 2010 telah mendorong kenaikan inflasi bulan itu hingga mendekati satu persen. Harga cabai merah naik 45,7% selama Juni 2010 dibandingkan Mei 2010 dengan bobot 0,69% dalam inflasi total, jadi menyumbang 0,26% atau tertinggi sumbangannya dalam inflasi Juni 2010 yang 0,97%.
Sinergisitas antara berbagai stakeholder harus lebih diutamakan dibanding kepentingan pribadi. Sistem kluster yang telah dilaksanakan di Tegal, dimana didalamnya terdapat pengusaha, pemerintah, institusi, dan petani, dapat menjadi contoh yang bagus. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan bargaining position petani, agar tidak selalu menjadi pihak yang menikmati keuntungan paling kecil, jika tidak boleh dikatakan bahwa mereka sebenarnya dirugikan. Salah satu peserta kajian mengungkapkan bahwa untuk komoditas pertanian seperti cabai, yang merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi produk jadi lainnya, memiliki present value dan future value yang berbeda. Jika harga cabai segar sifatnya fluktuatif, dan saat ini sedang mengalami kenaikan, tidak begitu halnya dengan harga sambal kemasan yang notabene berbahan dasar cabai, harganya cenderung tidak mengalami perubahan.
Diharapkan Andil Pemerintah
Melihat fenomena ini, pemerintah sebaiknya perlu membuat kebijakan terkait harga maksimum cabai di pasaran. Pemerintah seharusnya membuat intervention boundary, dimana jika harga telah melewati batas-batas tertentu maka sudah selayaknya pemerintah untuk turun tangan. Karena jika tidak dilakukan, para spekulan dapat dengan leluasa memainkan harga tersebut, dan tentunya akan sangat merugikan konsumen. Sistem informasi harga cabai, juga diperlukan agar tidak terjadi pembohongan publik. Selain itu, semua komoditas sebaiknya mendapatkan pengawasan dari pemerintah, bukan hanya komoditas tertentu saja, karena sulit menjamin kestabilan harga maupun produktivitas dari suatu komoditas.
Kementerian Jaringan Lembaga