Sunday, June 3, 2012

Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Energi Nasional


Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, mulai dari batu bara hingga bahan bakar nuklir berupa Uranium. Banyaknya SDA tersebut merupakan modal awal bagi Indonesia untuk menyusun berbagai strategi guna menguatkan ketahanan nasional. Namun ironisnya, seluruh kekayaan alam kita malah digerus dan dibawa oleh pihak asing. Pemerintah dalam hal ini justru tidak mampu menjamin ketersediaan energi bagi kebutuhan di dalam negeri sendiri. Sehingga, ketahanan energi nasional menjadi sangat lemah dan tidak memiliki daya tawar di dunia internasional.
Itulah yang menyebabkan krisis energi yang selama ini digembar-gemborkan sesungguhnya bukan karena persediaan energi yang tidak cukup. Atau pun cadangan persediaan energi yang tinggal sedikit. Melainkan karena pengelolaan energi nasional yang kurang baik. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, sumber persediaan dan hasil energi di dalam negeri ini dijual ke luar negeri secara masif dan membabi buta.
Pemerintah lebih memilih menjualnya ke luar negeri, ketimbang di dalam negeri yang harganya jauh di bawah pasar internasional. Padahal kita tahu banyak rakyat miskin di negeri ini yang sangat membutuhkan minyak, gas, dan listrik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan penerangan. Sepertinya kondisi seperti ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada tindakan konkret dari pemerintah untuk memperbaikinya, termasuk memperbaiki nasib rakyat kecil.
Sebagai pemegang monopoli tata kenegaraan, khususnya di bidang energi, pemerintah seharusnya wajib untuk memperbaiki nasib rakyat yang lebih baik. Pemerintah diharapkan dapat menjamin kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat seperti minyak, gas, maupun listrik. Masih banyak masyarakat di daerah-daerah terpencil yang kesulitan dalam mengakses listrik. Bahkan di sejumlah wilayah tertentu sama sekali belum teraliri listrik, karena baik alat pembangkit maupun transmisi untuk mengaliri listrik belum ada.
Akibat kebijakan energi nasional yang serabutan itulah menyebabkan krisis energi hampir di banyak wilayah di Nusantara. Begitu ngawurnya kebijakan energi oleh pemerintah sampai-sampai Indonesia harus mengimpor minyak dari luar negeri karena di dalam negeri sendiri kekurangan minyak. Bahkan, kita telah menjadi net importir komoditi tersebut. Dan yang lebih mencengangkan lagi, pemerintah tidak langsung membelinya ke produsen minyak. Melainkan pemerintah membelinya melalui pasar spot (sejenis calo minyak), seperti membelinya ke Singapura.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa pengelolaan energi nasional begitu lemah seperti ini? Apakah ada intervensi asing yang mendorong pemerintah melakukan ini? Apakah ada kekuatan-kekuatan di dalam negeri seperti para pengusaha tambang dan batu bara yang menekan pemerintah, yang menginginkan untung besar tanpa harus membayar pajak? Ataukah ada aksi para spekulan seperti yang selama ini diwacanakan oleh pemerintah, para pakar, dan juga para produsen besar minyak dunia? Ataukah pemerintah yang tidak tahu cara mengelola energi yang benar?
Pertanyaan-pertanyaan di atas menggugah kita bahwa sesungguhnya memang ada yang salah dalam pengelolaan energi nasional selama ini. Namun, pertanyaan yang paling akhir di atas merupakan faktor yang paling kuat dalam menyumbang krisis energi di dalam negeri. Apa sesungguhnya yang salah dalam pengelolaan energi kita?
Hal ini kiranya patut untuk menjadi perhatian utama Pemerintah guna terwujudnya kemandirian energi Indonesia yang ideal untuk terwujudnya ketahanan energi Indonesia. Dimana ketahanan energi merupakan faktor penting untuk mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
Selain itu, dengan kebijakan energi yang baik, Indonesia justru mampu menjadi lumbung energi dunia. Paradigma ketahanan energi nasional yang berfokus pada penyediaan atau jaminan pasokan harus berubah dengan berkonsentrasi pada sisi permintaan. Tidak mungkin pemerintah bisa menjamin pasokan energi jika tidak diimbangi dengan kesadaran pelaku usaha dan masyarakat bahwa jumlah energi adalah terbatas, sisi permintaan dari masyarakat inilah yang selama ini dilupakan dalam perbincangan soal ketahanan energi.
Dengan strategi energi nasional yang baik pula, pemerintah sebenarnya tidak perlu ragu menaikkan harga BBM bersubsidi. Jika digunakan tepat arah, dalam sepuluh tahun ke depan, bukan hanya sistem transportasi umum massal yang bisa dibenahi dengan dana subsidi BBM. Berbagai jenis infrastruktur pun bisa dibangun.  Ditambah lagi, pemerintah bisa mengendalikan konsumsi energi, mengembangkan energi terbarukan, dan mencegah Indonesia dari krisis energi.
Abdul Hafizh Asri
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
Kondisi Energi Nasional: Sebuah Masalah kah?
            Peluang menjadi negara adidaya energi sudah dikantongi oleh Indonesia mengingat sumber daya energinya yang melimpah dan beraneka ragam, mulai dari minyak bumi, gas alam, batubara, hingga berbagai macam sumber energi alternatif.  Dengan energi fosilnya saja, Indonesia sudah mampu menghasilkan 6 juta barel oil per hari. Belum lagi potensi energi non-fosil Indonesia seperti panas bumi senilai 27 GW  yang mencakup 40% potensi panas bumi dunia serta potensi tenaga air yang setara 75 GW. 
Seharusnya, ketersediaan energi yang melimpah itu bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Namun, bagaimana faktanya saat ini? Indonesia justru menjadi net importir energi, pemanfaatan energi belum optimal, dan masih banyak lagi masalah dalam pengelolaaan energi di Indonesia.
Salah satu kondisi yang memprihatinkan adalah masih terbatasnya akses masyarakat terhadap energi, sehingga sering terjadi kelangkaan dan ada daerah di Indonesia yang belum mendapatkan pasokan energi secara cukup. Dari intensitas energi Indonesia sebanyak 470 toe per juta US$ PDB, masyarakat Indonesia hanya mendapat 0,467 toe per kapita. Hal itu sungguh ironis apabila dibandingkan dengan Jepang yang intensitas energinya hanya 93 toe per juta PDB namun bisa mengkonsumsi energi sebanyak 4,14 toe per kapita. Hal ini disinyalir berhubungan erat dengan jalur akses energi di Indonesia yang masih terbatas.
Selain itu, masalah lain yang juga kita hadapi adalah pangsa konsumsi BBM yang sangat besar dibandingkan dengan sumber energi lainnya, yaitu mencapai 63% dari total konsumsi energi. Apa akibatnya? Masyarakat menjadi BBM-centered, mereka sulit beralih ke energi alternative lainnya. Hal itu merupakan sebuah masalah mengingat BBM adalah sumber daya yang tak dapat diperbaharui dan cadangan minyak kita pun makin menipis. Imbas lainnya adalah pembengkakan pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM yang menggerogoti APBN kita.
Sebenarnya, masih banyak lagi permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam hal keenergian, antara lain: infrastruktur energi yang terbatas, harga energi belum mencapai harga keekonomiannya, serta pemanfaatan energi yang belum efisien. Kondisi yang seperti itu mengakibatkan pemanfaatan energi belum bisa optimal, pengembangan energi alternative terhambat karena adanya subsidi BBM yang semakin membengkak dan membebani APBN.
Oleh karena itu, pemerintah seharusnya melakukan langkah-langkah konkrit guna mengatasi hal itu. Dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional Tahun 2005-2025 sesuai Perpres No 5 Tahun 2006, pemerintah sudah mencanangkan beberapa program pengembangan guna memperbaiki kondisi keenergian di Indonesia melalui berbagai kebijakan yang terfokus pada penyediaan energi, pemanfaatan energi secara efisien, serta kebijakan pendukung yang mencakup pembenahan infrastruktur energi, penggiatan penelitian dan pengembangan yang lebih intensif, dan lain sebagainya.
Sudah tepatkah langkah-langkah yang diambil pemerintah itu? Bagaimana outcome dari strategi-strategi pemerintah tersebut? Kita belum tahu. Tetapi, sebagai mahasiswa, kita harus terus mengawal penyelenggaraan pengelolaan energi nasional dengan bersikap kritis, bukannya apatis. Kita pun turut mengawal agar strategi yang dicanangkan oleh pemerintah itu berhasil menjadi langkah konkret guna mewujudkan tata kelola energi yang lebih baik dan mengarah pada kesejahteraan rakyat, bukan hanya wacana yang tertuang dalam konstitusi namun praktiknya tidak efektif atau bahkan tidak ada.
Sumber:           Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN) 2005-2025
Nurul Wakhidah
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
Peran Pemerintah Dalam Pengelolaan Sumber Daya dan Energi
Setiap manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak bisa lepas dari ketersediaan sumber daya alam, baik berupa udara, air, tanah, dan sumber daya alam lainnya termasuk sumber daya alam yang dapat dan tidak dapat diperbaharui. Namun demikian, harus kita sadari bahwasannya sumber daya alam yang selama ini kita nikmati memiliki keterbatasan dalam banyak hal, seperti keterbatasan dalam segi kuantitas, kualitas, ruang, dan waktu. Oleh karena itu manusia dituntut untuk menggunakan dan mengelola sumber daya alam secara efektif dan efisien demi keterlanjutan sumber daya di masa mendatang. Lingkungan serta manusia merupakan dua hal yang memiliki keterikatan yang sangat erat. Hal ini dapat kita lihat dan kita tentukan bahwasannya perilaku manusia itu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan dimana manusia itu hidup dan tinggal. Sebagai contoh adalah bagaimana sumber daya alam seperti air, udara, dan tanah menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup tanpa adanya udara, air, tanah, dan sebagainya. Sebaliknya pula adalah bagaimana kondisi suatu lingkungan itu dipengaruhi oleh perilaku manusia. Sebagai contoh adalah kerusakan alam yang dilakukan oleh manusia baik melalui kegiatan eksploitasi secara besar-besaran, pencemaran lingkungan oleh limbah pabrik, dan lain-lain sehingga menyebabkan kondisi alam yang rusak parah dan akhirnya merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari pengelolaan serta penggunaan sumber daya alam. Namun kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang tidak mengindahkan kemampuan serta daya dukung dari lingkungan tersebut mengakibatkan kerusakan pada lingkungan, serta merosotnya kualitas dari lingkungan tersebut. Banya sekali faktor yang dapat menyebabkan merosotnya kualitas lingkungan yang dapat kita identifikasi dari pengamatan di lapangan. Hingga saat ini peran pemerintah khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam seperti mengatasi permasalahan  lingkungan baik yang berupa pencemaran dan sebagainya belum sepenuhnya terealisasikan dengan baik dan konsisten.
Dalam meningkatkan kualitas sumber daya alam di negara Indonesia, kita tidak hanya melempar tanggung jawab kepada pemerintah saja. Artinya kita tidak boleh menjadikan masalah sumber daya alam sebagai beban yang harus di selesaikan oleh pemerintah saja, melainkan harus ada kerja sama yang sistematis dan progresif antara pemerintah dengan masyarakat. Pemerintah sebagai lembaga formal tertinggimengatur tata kelola persediaan SDA yang ada di Indonesia menjadi hal yang penting sebagai landasan menjaga keseimbangan dimasa yang akan datang, dengan menetapkan kebijakan serta UU yang tepat agar tercapainya pengelolaan SDA yang berkelajutan.Memang bahwasannya peranpemerintahini khususnya peran dari Menteri Negara Lingkungan Hidup sebagai perwakilan dari pemerintah dalam hal ini masih dirasa sangat kurang, selain kebijakan dan peraturan yang masih kurang jelas serta belum fokusnya pemerintah dalam menjaga keutuhan serta penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien guna mensejahterakan masyarakat. Dari penjelasan di atas sebaiknya peran pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan (legislatif) dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan pemerintah :
  1. Melakukan pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta memberikan dana bagi institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi tersebut. Misalnya teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
  2. Mengajak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA untuk ikut serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan corporate sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap eksploitasi SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan melakukan CSR.
  3. Mengkampayekan Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada tempatnya, tentunya dengan memberikan sanksi yang tegas bagi para pelanggar (tanpa pandang levelitas).
  4. Mensosialisasikan dengan tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
  5. Meningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti pengetahuan serta keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program CSR.
Dan sebagai masyarakat kita juga harus menjaga kelestarian sumber daya yang kita miliki, hal ini dikarenakan kita tinggal dan hidup dengan lingkungan sehingga berbagai perilaku yang kita lakukan kepada lingkungan akan berdampak kepada diri kita sendiri. Dan juga sebagai aktor yang secara langsung lebih mengetahui kondisi lingkungan serta sumber daya alam dibandingkan dengan pemerintah, kita memiliki beban serta tanggung jawab yang sama dalam merawat dan menjaga keutuhan serta kualitas sumber daya agar penggunaan sumber daya dapat terus berkelanjutan.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa negara kita merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Namun yang menjadi permasalahan dan ironi selama ini adalah bahwa kekayaan alam yang kita miliki tidak mampu mensejahterakan masyarakat. Padahal semua kekayaan itu seharusnya menjadi kedaulatan pemerintah untukdigunakan sebesar-besarnya demi mensejahterakan masyarakat. Faktanya kekayaan alam dan energi kita dikuasai oleh asing, sehingga hanya segelintir pemilik modallah yang hanya menikmati kekayaan alam kita. Belum lama ini kita juga mendengar bahwasannya presiden kita memberikan pidato mengenai inpres dalam penghematan sumber daya dan energi. Yang jadi permasalahan adalah mengapa kita harus menghemat penggunaan energi kita sedangkan energi tersebut adalah milik kita. Banyak yang berargumen dan berpendapat bahwa inpres yang selama ini disampaikan oleh presiden kita merupakan pelemparan tanggung jawab kepada rakyat atas kegagalan pemerintah mengelola sumber daya dan energi.
Penyebab utama mengapa negara kita tidak mampu berdaulat atas sumber daya energi adalah dikarenakan kesalahan dalam model yang dianut oleh pemerintah kita saat ini dalam mengelola sumber daya energinya. Banyak dari kita yang tidak sadar bahwasannya pemerintah kita menganut sistem ekonomi kapitalis. Sistem kapitalisme merupakan sistem yang menggunakan ide kebebasan, sehingga kepemilikan sumber daya energi bebas dimiliki oleh siapapun yang memiliki modal besar. Jika sumber daya kita sudah dimiliki dan dikuasai oleh mereka, baik individu maupun swasta maka kekayaan akan menumpuk pada kelompok bermodal atau kaum kapitalis. Inilah mengapa kemiskinan di Indonesia tidak pernah terselesaikan. Dampak dari sistem kapitalis ini juga adalah peran pemerintah dalam intervensi pengelolaan sumber daya energi, sehingga perekonomian diserahkan seluruhnya oleh mekanisme pasar. Pemerintah selalu beranggapan bahwa negara kita kekurangan modal, sehingga butuh kerja sama dengan pihak asing atau pemilik modal dalam mengelola sumber daya energi di Indonesia. Faktanya adalah bahwa negara kita tidak pernah kekurangan modal. Hal ini dibuktikan dari selalu adanya sisa anggaran yang tidak terserap dalam suatu periode. Dan besar sisa anggaran tersebut mencapai hingga Rp90 Trilliun dalam tiap periodenya, lalu kemanakah uang tersebut??? . Oleh karena itu salah besar jika pemerintah kita mengatakan bahwa negara kita mengalami defisit dan kekurangan modal. Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa pemerintah kita berada dibawah tekanan asing untuk membuka keran investasi seluas-luasnya. Inilah model penjajahan baru yang dilakukan oleh negara kapitalis terhadap negara berkembang seperti negara kita. Penjajahan model baru yaitu dengan mengintervensi perundang-undangan serta sistem politik supaya bagaimana undang-undang di Indonesia mampu menguntungkan mereka dan mampu meliberalkan perekonomian di negara kita.
Memang sulit untuk lepas dari sistem penjajahan ini, namun bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Selain membutuhkan ideologi yang kuat dan berani untuk lepas dari penjajahan asing, kita juga harus sadar dan paham akan dunia politik yang saat ini terjadi. Dan nantinya kita bisa mengusir pihak asing dengan menegosiasikan kembali kontrak yang sudah ada, dan kalau bisa kita harus memutuskan kontrak dengan mereka. Kita sudah tidak memiliki waktu yang panjang untuk terus merasakan penderitaan masyarakat yang tidak pernah merasakan sumber daya energinya sendiri. Kita tidak bisa lagi menunggu hingga gunung-gunung di Papua dieksploitasi oleh PT Freeport, dan lain-lain. Pemerintah kita harus berani melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing di Indonesia seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah Venezuela dan Bolivia. Dan hal itu sangat mungkin untuk dilakukan karena dampak dari pemutusan kontrak hanyalah kepada stakeholder dari perusahaan tersebut dan tidak berdampak pada mayoritas masyarakat dari negara asal corporate tersebut. Oleh karenanya pemerintah harus berani dan tegas kepada pihak asing dan kapitalis jika ingin memiliki kedaulatan atas sumber daya energi di negara ini.
Fikri Dzikrian
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
Pengelolaan Potensi Panas Bumi oleh Pemerintah
            Pengelolaan sumber energi oleh pemerintah terlihat belum merata. Sumber energi minyak dan gas menjadi prioritas sumber energi dengan intensitas pengelolaan paling tinggi. Padahal pada kenyataannya, Indonesia merupakan negara yang kaya akan beragam sumber energi terbarukan, seperti energi air, energi angin, energi surya, biomassa, dan panas bumi (geothermal). Apabila pemanfaatan sumber energi terbarukan diolah dengan lebih bijak oleh pemerintah, akan muncul beberapa benefit yang cukup signifikan. Pertama, sumber energi terbarukan akan lebih ramah lingkungan, sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca CO2 dan kerusakan lingkungan akibat dari eksploitasi yang terjadi saat menggunakan sumber energi dari fosil. Kedua, penggunaan jenis energi ini akan dapat menghemat devisa negara yang keluar untuk membiayai impor bahan bakar minyak yang semakin tinggi karena menipisnya sumber energi fosil yang ada.
            Jika berbicara mengenai sumber energi terbarukan, jangan lupakan sumber energi panas bumi di dalamnya. Indonesia, sebagai negara yang berlimpah sumber daya alam, sangat kaya akan potensi sumber panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dan  mencapai 29.038 Mw, menurut Badan Geografi tahun 2010. Dari potensi sebesar itu, baru 5 % atau sekitar 1.226 Mw yang telah dimanfaatkan pemerintah melalui pembangkit tenaga listrik tenaga panas bumi (PLTP). Kurangnya perhatian pemerintah terhadap potensi ini juga terlihat dari blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2002-2025 sebagai penjabaran dari Peraturan presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Berdasarkan blue print tersebut energi panas bumi hanya diharapkan berkontribusi sebesar 16 Gw pada tahun 2025. Dengan tingkat elektrifikasi 70%, sumber energi terbarukan seharusnya lebih dikembangkan oleh pemerintah untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan listrik dan melepaskan ketergantungan akan sumber energi fosil/tak terbarukan. Pengembangan ini dapat dilakukan pemerintah dengan penyempurnaan tata kelola di sisi hulu maupun pemanfaatan energi panas bumi di sisi hilir.
            Perlu adanya harmonisasi antara peraturan serta kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga sumber energi geothermal ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa adanya tumpang tindih yang justru melemahkan manfaatannya.  Peraturan ataupun kebijakan tersebut haruslah mencakup sisi hulur dan juga hilir.
            Untuk sisi hilir, pemerintah harus mampu mendorong perniagaan dari energi panas bumi, salah satunya melalui pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).  Usaha yang bisa dilakukan diantaranya melalui insentif tarif harga, fasilitas kemudahan fiskal, dan dukungan perbankan. Dalam sektor industri, pemerintah diharapkan mampu mengembangkan industri-industri lokal dalam pengelolaan energi panas bumi ini.
            Untuk mewujudkan pengembangan industri dalam negeri dalam pengelolaan panas bumi, melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pemerintah menetapkan Program Prioritas Nasional Pemerintah di bidang energi yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang RPJMN 2010-2014, yaitu Pengembangan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Skala Kecil.
            Dalam hal ini, pemerintah mengusahakan pengembangan PLTP berkapasitas 5 Mw dengan mendorong industri manufaktur dalam negeri untuk meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).  PLTP sakala kecil ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan daerah yang kaya sumber panas bumi, namun masih menggantungkan sumber listriknya dari energi fosil, seperti di NTB, NTT, Maluku, dan Maluku Utara. Pada daerah-daerah tersebut, PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) merupakan sumber pembangkit listrik utama dengan total kapasitas mencapai 200 Mw. Dengan adanya program ini, PLTD pun disubstitusi dengan PLTP skala kecil sehingga mampu menghemat penggunaan BBM lebih dari Rp1,1 triliun/tahun. Keberhasilan pengembangan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan PLTP skala kecil di Indonesia yang sangat tinggi.
            Pemerintah melalui BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) juga sedang mengembangkan PLTP skala kecil berkapasitas 3 Mw dimana seluruh proses pembangunan sampai dengan komponennya dilakukan secara masimal di dalam negeri. Pembinaan terhadap industri manufaktur oleh pemerintah juga diharapkan akan mampu memberikan multiplier effect dalam pengembangan industri komponen skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang merupakan kluster industri besar tersebut.
            Selain dilakukan secara mandiri, pemerintah juga melakukan kerjasama dengan pihak negara lain, seperti Jerman dan Selandia Baru untuk mengembangkan potensi panas bumi ini. Melalui kerja sama dengan pihak Jerman, PLTP mengembangkan binary cycle dengan kapasitas maksimum 1 Mw sistem modular melalui tahapan pengembangan prototipe PLTP binary cycle 2 Kw dan pilot plant PLTP binary cycle 100 Kw. Sedangkan kerja sama dengan pihak Selandia Baru yang dilakukan tanggal 17 April lalu, meliputi
  1. Pembangunan laboratorium panas bumi yang dioperasikan secara bersama,
  2. Penelitian bidang geologi, geofisika dan cadangan regional bersama,
  3. Bantuan implementasi acid brine treatment di lapangan Lahendong,
  4. Bantuan peningkatan kualitas SDM PT. PGE yang meliputi pelatihan dan pendidikan lebih lanjut di Universitas Auckland, dan
  5. Memfasilitasi kerjasama antara perusahaan panas bumi Indonesia dengan Selandia Baru.
            Kedepannya, diharapkan Indonesia mampu memanfaatkan energi panas bumi sampai kapasitas 12.000 Mw. Selain itu, target pembauran energi sebesar 25 % pada tahun 2025 juga menjadi dorongan bagi pemerintah melalui Kementrian ESDM untuk terus melakukan upaya untuk mencapai target tersebut.
Luluk Permata Sari
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM



No comments: