Saturday, March 28, 2009

Efektivitas Stimulus Fiskal

Efektivitas Stimulus Fiskal

Stimulus fiskal merupakan langkah pemerintah Indonesia dalam meredam dampak krisis global yang semakin mengancam perekonomian domestik. Upaya pemberian stimulus dilakukan pemerintah melalui pemberian insentif pajak, pembangunan infrastruktur, dan program pengembangan UKM (PNPM Mandiri). Upaya pemerintah Indonesia memberikan stimulus fiskal merupakan cara untuk mencegah terjadinya perlambatan ekonomi domestik yang semakin memprihatinkan. Pasalnya, krisis global yang melanda membuat sejumlah perusahaan melakukan efisiensi produksi, dan biasanya langkah yang diambil dengan melakukan PHK.

Seiring gelora krisis global yang semakin mendera perekonomian domestik mendorong tingginya angka pengangguran. Artinya perlambatan ekonomi semakin tampak jelas, jika tidak diatasi dengan cepat bukan tidak mungkin resesi akan melanda negeri ini. Untuk itu, pemberian stimulus fiskal merupakan langkah yang harus ditempuh pemerintah Indonesia untuk kembali perekonomian domestik.

Pada dasarnya pemberian insentif melalui stimulus fiskal bertujuan menggiatkan kembali perekonomian domestik yang sedang terpuruk. Namun, dalam pengimplementasinya pemberian stimulus dilakukan dengan beragai cara. Yang difokuskan pada tindakan pendorong dan pencegahan terhadap resesi. Langkah pendorong merupakan langkah untuk menggiatkan perekonomian ditengah badai krisis global. Cara ini ditempuh dengan, (1) menciptakan lapangan kerja baru melalui percepatan pembangunan infrastruktur, (2) melakukan pemberdayaan UKM melalui program PNPM Mandiri, (3) memberikan bantuan-bantuan seperti BLT, BOS, dan memperbesar PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) bagi karyawan berpendapatan di bawah 5 Juta perbulan.

Sedangkan, langkah preventif digunakan pemerintah untuk mencegah perlambatan perekonomian domestik yang semakin dalam. Artinya pemerintah akan berusaha mencegah terjadinya peningkatan pengangguran massal yang dilakukan sejumlah perusahaan besar. Pemberian stimulus dari pemerintah dimaksudkan agar perusahaan tidak melakukan PHK dalam jumlah besar. Hal itu dapat digambarkan, sebagai berikut; ketika perekonomian lesu maka permintaan akan produksi barang dan jasa akan mengalami penurunan, melihat fenomena itu perusahaan akan merespon untuk melakukan efisiensi, dan langkah yang paling mudah dilakukan dengan melakukan PHK. Untuk mencegah hal itu terjadi maka pemerintah memberikan stimulus fiskal dengan penghapusan pajak usaha, dan pajak bea masuk, cara ini dilakukan agar perusahaan tetap dapat berjalan tanpa pengurangan tenaga kerja secara besar-besaran.

Kedua fokus tesebut yang dilakukan pemerintah ketika stimulus fiskal dilakukan. Dalam membahas stimulus fiskal sebaiknya kita harus mengetahui dahulu esensi pelaksanaan upaya tersebut. Yang akhirnya kita mampu melihat permasalahan secara kritis, sehingga bisa memberikan masukan atau saran terhadap implementasi program tersebut. Kemudian akan memunculkan pertanyaan terkait pelaksanaan, pentingnya, ketepatan, manfaat, dan efisiensi serta efektifitas stimulus fiskal.

Mengapa Stimulus Fiskal Dilakukan?

PDB atau produk domestic bruto merupakan produksi yang dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat, belanja pemerintah, investasi, dan ekspor neto yang diukur dalam satuan mata uang (rupiah). Pada dasarnya PDB Indonesia sekitar 70 % ditopang oleh konsumsi masyarakat. Artinya besaran PDB sangat ditentukan oleh seberapa besar tingkat konsumsi masyarakat. Kemudian 30% sisanya ditopang oleh pengeluaran pemerintah investasi, dan ekspor neto. Pola semacam ini menggambarkan bahwa konsumsi sangat berperan dalam PDB Indonesia.
Ditengah krisis global yang melanda terdapat serangan daya beli masyarakat yang tidak hanya dirasakan Indonesia. Serangan semacam ini tergambar dari meningkatnya angka pengangguran, dari PHK sekitar 200 ribu karyawan pada tahun ini. Ketika pengangguran meningkat maka masyarakat yang terkena PHK tidak memiliki pendapatan lagi. Dampaknya konsumsi masyarakat akan menurun drastis. Akibatnya PDB domestik akan mengalami penurunan tajam.
Penurunan PDB akibat daya beli yang turun harus segera diatasi pemerintah agar tidak menimbulkan resesi. Dimana cara yang paling tepat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut dengan memberikan stimulus fiskal. Namun, pelaksanaan program ini harus dilakukan secara tepat agar berdampak positif bagi perekonomian domestik. Untuk itu, stimulus fiskal harus segera dilakukan sebab jika terlambat akan tidak akan berpengaruh terlalu besar bagi perekonomian domestik.

Agar stimulus dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian, pemerintah harus terus memantau pelaksanaannya. Jangan sampai ada penyalahgunaan dana stimulus sehingga program ini tidak tepat sasaran. Dana stimulus yang kuncurkan sekitar 73,3 trilliun bukan angka yang kecil. Maka seharusnya memberi dampak positif bagi perekonomian domestik dengan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi pada level tertentu.

Menelaah Kebijakan

Berbagai anggapan negatif mewarnai perhelatan pemberian stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah. Pasalnya, anggaran stimulus yang sebesar 73,3 trilliun sebagian besar di arahkan pada tax saving, yang tidak memiliki pengaruh langsung bagi rakyat. Dimana alokasi dana stimulus meliputi, sebesar 60% atau Rp43 triliun diperuntukkan penghematan pajak. Lebih lanjut, penghematan pajak yang mencakup nilai sebesar Rp43 triliun tersebut terdiri atas; PPh Badan, PPh orang pribadi, dan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak).

Sementara itu, 20% dana stimulus fiskal yang diperuntukkan untuk subsidi pajak dan bea masuk bagi dunia usaha atau rumah tangga sasaran (RPS) masih kabur. Dana tersebut diperuntukkan bagi eksplorasi migas dan minyak goreng sebesar Rp3,5 triliun, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) bahan baku dan barang modal sebesar 2,5 triliun rupiah, PPh Karyawan 6,5 triliun rupiah, dan PPh panas bumi sebesar 0,8 triliun rupiah.

Sedangkan, 20 % sisanya stimulus diperuntukaan bagi stimulus dunia usaha atau lapangan kerja sebesar Rp4,2 triliun, dana sebesar Rp0,6 triliun untuk PNPM, dan Rp12,2 triliun untuk belanja dan pembangunan infrastruktur. Kucuran dana untuk infrastruktur meningkat 2 triliun dari yang sebelumnya hanya 10,2 triliun rupiah. Yang telah disejutu DPR beberapa waktu lalu.
Berdasarkan rincian stimulus di atas jika diperhatikan terdapat pengalokasian dana yang tampak janggal. Apakah terkait dengan kepentingan politik menjelang pemilu legislatif dan presiden mendatang? Atau memang memberikan harapan bagi perekonomian Indonesia yang lebih baik dimasa mendatang? Jika dibandingkan dengan sejumlah negara di dunia yang melakukan stimulus juga sangat kontras perbedaan alokasi dana dalam pemberian stimulus. Jika kita bandingkan dengan banyak Negara lain,misalkan Amerika atau Cina, bahwa pos terbesar yang mereka anggarkan adalah hampir 70% dipergunakan untuk pembelanjaan langsung yang diharapkan berdampak kepada pergerakan ekonomi rakyatnya. Perbedaan keyakinan adalah pilihan, tetapi jangan sampai keyakinan pemerintah Indonesia yang berbeda dengan Negara lain malah membuat Indonesia semakin terpuruk.

Kejanggalan dalam mengalokasikan dana yang dikucurkan menjadi tanda tanya besar, apakah kebijakan yang berbeda dengan negara lainnya bisa lebih efektif? Jika kita telaah lebih mendalam, kondisi saat ini disebabkan oleh lemahnya daya beli masyarakat. Memang seharusnya yang disasar ialah hal yang langsung berhubungan dengan masyarakat, terutama konsumsi. Untuk itu, patut dipertanyakan kebijakan alokasi anggaran stimulus fiskal yang di kucurkan?

Menilai Kebijakan Stimulus Fiskal

Menilai efektivitas dari stimulus fiskal merupakan langkah kritis dalam menelaah kebijakan alokasi anggaran. Konsep dasar yang digunakan untuk menilai stimulus fiskal,yaitu teori Keynes, dan komponen penyokong PDB Indonesia. Mengemanya teori Keynes berawal dari resesi tahun 1930. Di mana Amerika mengalami depresi berat akibatnya angka pengangguran meningkat, produktivitas menurun tajam, dan banyak perusahaan-perusahaan yang gulung tikar. Menurut Keynes, untuk mengatasi resesi tersebut perlu adanya peran pemerintah. Dimana mekanisme pasar tidak bisa mengembalikan keseimbangan yang baru.

Dalam sarannya ekonom asal Inggris tersebut, agar pemerintah Amerika melakukan investasi, dan meningkatkan konsumsi pemerintah. Lalu kemudian intervensi pemerintah untuk menggerakkan perekonomian disebut sebagai stimulus fiskal. Pada masa itu kebijakan stimulus fiskal memang mengedepankan belanja dan investasi dari pemerintah. Yang akhirnya perekonomian Amerika ketika itu berangsur-angsur membaik.

Sedangkan, jika kita melihat data PDB Indonesia sebagian besar atau sekitar 70% disokong oleh sektor konsumsi. Kondisi ini berarti bahwa konsumsi memegang peran penting bagi perekonomian domestik.. Jika dihubungkan dengan teori Keynes maka Indonesia seharusnya menggenjot konsumsi untuk mengatasi krisis global saat ini. Di mana kekuatan konsumsi sangat besar peranannya bagi kemajauan perekonomian Indonesia.

Setelah melihat landasan tersebut, memang menjadi pertanyaan akankah efektif kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah dengan alokasi saat ini dapat mendorong perekonomian domestik? Mengingat konsumsi yang menjadi faktor kunci yang membangun perekonomian Indonesia, seharusnya faktor inilah yang seharusnya mendapat porsi besar dalam pemberian stimulus.

Melihat kebijakan alokasi anggaran stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah ada beberapa kritikan dari kebijakan tersebut, yaitu:

1. Alokasi anggaran dana stimulus yang tidak mengarah langsung ke masyarakat
Jika kita lihat data di atas jelas menggambarkan bahwa kebijakan stimulus fiskal tidak tepat mengarah langsung ke masyarakat. Akibatnya masyarakat tidak merasakan damapk positif dari kebijakan tersebut. Seharusnya kebijakan ini lebih mengedepankan pemberdayaan masyarakat. Dengan mendorong unit usaha masyarakat yang padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Namun, sayangnya dana stimulus untuk ke arah pemberdayaan masyarakat sangat minim hanya 14%, itu pun sudah termasuk pembangunan infrastruktur yang menelan dana 12,2 triliun, dan PNPM sangat menyedihakan hanya 600 milliar. Mungkinkah akan perekonomian negeri ini akan terdorong jika alokasi stimulus bisa dikatakan tidak tepat?

2. Belum adanya transparansi mengenai pemberian stimulus fiskal
Kebijakan stimulus fiskal yang menelan total dana 73,3% merupakan gambaran besar saja yang akan dilakukan pemerintah. Belum ada transparansi dari pemerintah terkait pengucuran dana tersebut. Dimana hanya ada laporan dan rincian secara umu saja, tidak adanya laporan mengenai alokasi keuangan dari pemberian stimulus. Kelemahan ini yang seharusnya diperbaiki pemerintah. Jangan sampai rakyat dibohongi dengan ketidak tranparansinya pemerintah dalam memberikan stimulus. Sebagai bukti kasus suap yang menyeret anggota DPR RI Abdul Hadi Djamal, terkait stimulus fiskal untuk infrastruktur.

3. Belum ada arahan, sasaran, dan target yang dicapai dari alokasi dana stimulus persektor
Usulan pemerintah dalam pemberian stimulus memang sangat membingungkan. Awalnya pemerintah menjanjikan stimulus mencapai 50triliun rupiah, kemudian berubah menjadi 27 triliun, dan akhirnya kembali membengkak menjadi 73,3 triliun. Hal ini menggambarkan bahwa tim pemantau perekonomian Indonesia belum siap dalam memberikan stimulus. Kondisi ini mencerminkan pemerintah tampak terkesan terburu-buru, tanpa pertimbangan yang matang. Selain itu, arahan, sasaran, dan target stimulus pun belum jelas hingga saat ini. Jika kita rinci lebih dalam seharusnya dari masing-masing komponen stimulus memiliki ketiga indikator tersebut. Hingga saat ini belum ada keterangan jelas dari pemerintah terkait masalah tersebut. Akankah efektif jika arahan, sasaran, dan target dari masing-masing sektor yang diberi stimulus tidak ada? Bagaimana kita bisa menilai berhasil atau tidakkah stimulus yang dilakukan pemerintah?

Ketiga komponen di atas harus menjadi perhatian pemerintah, jangan sampai dana sebesar 73,3 triliun hanya menguap begitu saja. Butuh pembenahan lagi dari pemerintah agar pemberian stimulus fiskal bisa benar-benar efektif. Dengan memperhatikan kepentingan rakyat untuk hidup sejahtera. Akankah Indonesia akan lepas dari jurang krisis dengan stimulus fiskal? Kita bisa memprediksi namun hanya waktu yang bisa menjawab dengan tepat.

Departemen Kajian Strategis
BEM FEB UGM
Yogyakarta 2009

No comments: