Sunday, March 29, 2009

PASAR TRADISIONAL, RIWAYATMU KINI...

Fatma Rosyida Azhari
0810233016

Pasar tradisional merupakan sentra kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia, tumbuh dan berkembang baik di desa maupun di kota seiring perkembangan masyarakat. Pasar tradisional sendiri merupakan simbolisasi dari kemandirian rakyat karena bertahun-tahun pasar tradisional menjadi tempat transaksi jual beli dan srana bagi berkembangnya ekonomi rakyat. Di sana bergabunglah segala elemen masyarakat yang tergabung dalam transaksi jual beli.
Namun dewasa ini keberadaan pasar tradisional mulai terancam dengan adanya retail-retail besar maupun kecil yang lebih modern dan nyaman. Patut diakui pasar modern memiliki keunggulan di tengah masyarakat yang berkarakter manja, hedonis, dan serba instan. Pasar ini melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir. Pembeli dimanjakan dengan harga barang yang menarik, kemasan rapi, jenis barang lengkap, situasi yang bersih dan nyaman, petugas layanan yang ramah dan menarik menyebabkan pasar ini selain menjadi sebuah one stop shopping juga menjadi tempat wisata keluarga yang murah dan menyenangkan. Konsumen datang ke pasar modern untuk membeli semua kebutuhan, sekaligus dengan gengsinya.
Pasar ini tidak saja memenuhi kebutuhan konsumen, tapi dia juga menciptakan kebutuhan. Banyak barang yang tidak dikenal sebelumnya, dan tidak menjadi kebutuhan, akhirnya dibeli karena penyajiannya menimbulkan selera konsumen. Diketahui sebanyak 85 persen konsumen berbelanja secara impuls. Dalam artian, keinginan membeli timbul akibat rangsangan atau gerak hati yang muncul secara tiba-tiba setelah melihat barang yang dijajakan tanpa pertimbangan masak.
Dari aspek harga pun pasar modern kadang-kadang diopinikan lebih murah daripada harga barang di pasar tradisional. Dengan strategi subsidi silang, membuat harga suatu jenis barang lebih murah, namun harga barang lain jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga di pasar tradisional. Selain itu harga beli juga bisa ditekan karena keunggulan dapat membeli dalam jumlah besar, dan biaya stok minimum dengan bantuan teknologi informasi.
Tanpa disadari kemanjaan dan kenyamanan itu harus dibayar mahal karena terjadinya penyedotan uang ke luar. Ritel-ritel modern tersebut pada umumnya milik asing, misalnya Makro, Carrefour, Giant, Goro , Indogrosir, Clubstore. Bahkan sekelas Indomaret yang mulai merembet ke lingkungan lebih kecil juga milik pemodal Singapura. Sementara pemain lokal, yakni Alfa Gudang Rabat juga dimasukkan dalam kriteria ini meski ukuran tokonya lebih kecil (semihiper), tetapi keanekaragaman barang yang dijual sama dengan hipermarket. Maka dapat dipastikan merembaknya pasar modern akan seiring dengan mengalirnya modal ke luar (capital outflow), atau setidak-tidaknya akan terjadi backwash effect dari daerah ke pusat.
Harus diakui bahwa masuknya investor atau pengusaha asing ke dalam perekonomian kita sulit dihindari, sebagai akibat komitmen kita terhadap globalisasi. Tapi seyogyanya tetap terkontrol. Di Singapura, misalnya, cuma ada satu outlet Carrefour, tapi di Jakarta, ada lebih 50 outlet pasar modern, baik hipermarket maupun supermarket. Keberadaan mereka jelas mematikan pasar tradisional.
Sementara itu terdapat beberapa alasan bagi kita untuk tetap mempertahankan keberadaan pasar tradisional. Pertama, para pedagang pasar tradisional tidak mungkin melakukan capital outflow. Kedua, Pasar tradisional merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Ketiga, pasar tradisional merupakan penyelamat negara pada saat terserang krisis ekonomi seperti sekarang ini. Terbukti di Amerika perekonomian mereka selamat karena masayarakat kembali menghidupkan pasar tradisional.
Tentu saja pengembalian pasar tradisional pada tempatnya diperlukan kerja sama segala pihak dan elemen. Perlu diatur kembali undang-undang dan peraturan yang beredar dimasyarakat, kemudian dipertegas dan dikonsistenkan. Karena yang sering terjadi di lapangan adalah hukum yang berlaku jalan di tempat dan tidak jelas alur serta sanksi bagi yang melanggar sehingga masyarakat tidak lagi percaya dan menghargai hukum yang berlaku. Salah satunya mengenai perizinan bagi ritel yang berlaku seumur hidup tanpa ada jangka waktu. Sehingga memberi kesan bahwa pemberian izin bagi ritel begitu longgar dan mudah. Selain itu, dalam perda tidak dicantumkan pemberian sanksi bagi pelaku pelanggaran aturan. Ini membuktikan pemkot belum tegas untuk mengatur keberadaan pasar tradisional maupun modern. Pasar tradisional perlu berbenah. Tidak lagi erat dengan kesan kumuh, kotor, dan jorok. Seperti banyak pasar tradisional di luar negri yang kini banyak menjadi kawasan wisata. Dirasa perlu untuk melakukan revitalisasi dengan memperbaiki fasilitas yang ada seperti pergantian lantai, perbaikan listrik, dan pemasangan penyejuk udara(AC).
Usaha ini sekali lagi harus didukung dan diperhatikan berbagai elemen masyarakat. Tentu saja kita tidak ingin keberadaan pasar tradisional menjadi kenangan belaka. Pemerintah, pengusaha kecil dan konglomerat yang seringkali berlomba-lomba untuk membangun mall-mall dan pusat perbelanjaan modern lainnya harus merubah paradigma dan lebih memperhatikan nasib rakyat kecil. Bagaimanapun pasar tradisional telah membantu memberdayakan para pengangguran dan memberikan lapangan pekerjaan serta membentuk jiwa-jiwa yang sadar akan perlunya berbisnis dan berinteraksi sekaligus. Dan tentunya menghidupkan pasar tradisional merupakan tugas kita semua.

REFERENSI

1. http://rullyindrawan.wordpress.com/2008/12/02/kebijakan-publik-yang-mengatur-sinergitas-pasar-modern-dan-tradisional/, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 15:30 WIB.
2. http://newslinkweb.com/2008/12/23/pasar-tradisional-vs-modern/, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 15:40 WIB.
3. http://pr.qiandra.net.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=60287, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 14.00 WIB.
4. http://metro.vivanews.com/, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 14:30 WIB.
5. http://www.rakyatmerdeka.co.id/situsberita/index.php?pilih=lihat5&id=115, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 16:02 WIB.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_perekonomian, diakses pada ahad, 22 maret 2009 pukul 16:12 WIB.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya

Penulis adalah Staff Dept. Hubungan Masyarakat BEM FE UB

No comments: